SAMPIT – Rombongan dewan guru SMPN 1 Cempaga melakukan kunjungan jurnalistik ke Kantor SKH Radar Sampit, Sabtu (21/12). Kegiatan ini untuk menambah referensi soal penggunaan media sosial yang sesuai kaidah aturan jurnalistik. “Harapannya lewat kegiatan ini bisa memberikan informasi yang benar dan sesuai aturan bagi kami selaku guru di sekolah dalam bermedia sosial,” ungka Kepala SMPN 1 Cempaga La Fahudi.
La Fahudi turut prihatin dengan maraknya penyalahgunaan media sosial untuk hal tak baik, sehingga tergugah hatinya untuk mengajak guru-guru untuk menambah ilmu bermedia sosial, sehingga ilmu tersebut bisa ditransfer ke siswa-siswinya.
“Selain itu supaya guru-guru juga mengetahui dampaknya apa saja apabila salah menggunakan media sosial, kemudian kami juga berencana akan mengajak anak-anak siswa kami di SMP N 1 Cempaga untuk melakukan kunjungan jurnalistik di Radar Sampit. Sehingga tak hanya guru yang dapat ilmunya, tetapi juga siswanya,” ungkap La Fahudi.
Sementara itu, Manager Pemasaran Radar Sampit, Tono Triyanto mengemukakan bahwa informasi super cepat yang diposting di sebuah akun media sosial belum tentu akurat dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Selain itu, apakah sebuah informasi tersebut merupakan produk jurnalistik dari perusahaan media yang terverifikasi. Ia menyarankan pada masyarakat luas, agar lebih pandai memilah-milah mana media yang abal-abal dengan yang betul-betul akurat.
“Nah, salah satunya masyarakat harus mencari tahu akan kebenaran berita yang dia terima pertama kali sebelum ikutan menyebarluaskannya juga. Radar Sampit merupakan salah satu solusi sumber terpercaya dan akurat di tengah gempuran media sosial yang semakin banyak menyebar informasi tanpa verifikasi,” jelasnya.
Menurut Tono, sebuah informasi yang diolah menjadi berita harus sesuai standar dan mengacu pada kode etik jurnalistik bukan berdasarkan dari me-respost postingan orang lain di media sosial tanpa tahu asal-usul dan kebenaran informasi tersebut.
“Media sosial itu ada manfaat dan ada pula kerugiannya. Positifnya salah satunya menjangkau koneksi ke seluruh dunia, bisa mengembangkan potensi diri secara online, biaya juga lebih hemat, tapi ada ruginya juga seperti terjadi kesalahan pahaman, bisa jadi alat kejahatan, tidak ada aturan ejaan tata bahasa, bahkan bisa berisiko penipuan. Sehingga betul-betul harus disaring kebenarannya sebelum dibagikan ke khalayak ramai,” pungkasnya. (soc/rm-97)