Oleh Usay Nor Rahmad
PONSEL pintar buatan Tiongkok berbunyi. Tanda pemberitahuan dari media sosial. Nadanya berantai, artinya banyak komentar yang masuk. Ketika dicek, ternyata benar.
Artikel berjudul “Keterisolasian di Wilayah Seberang Harus Diakhiri” terbit di sampit.prokal.co, Kamis 9 Januari 2020. Artikel ini juga terbit di versi cetak Radar Sampit di hari yang sama. Artikel tersebut berisi komentar Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi yang menjanjikan pembangunan Jembatan Sei Mentaya akan dimulai tahun 2021. Artikel ini banyak melahirkan komentar warganet.
Sebagai seorang mimin (sebutan populer bagi admin media sosial) saya sudah meyakini tulisan ini bakal ramai.Tentu saja yang berkomentar adalah warganet yang berdomisili di wilayah seberang. Seperti, warga Kelurahan Mentaya Seberang, Desa Ganepo, Desa Lemiring, dan lain-lainnya.
Saya memaklumi, karena sampai dengan saat ini warga di seberang sana masih terus menanti realisasi titian besi itu. Jembatan yang akan mengakhiri keterisolasian yang selama ini mereka rasakan. Mereka ingin biaya transportasi lebih murah. Mereka juga ingin pembangunan rumah tidak mencekik, setidaknya sama dengan di Sampit.
Banyak yang berkomentar positif, seraya berdoa agar hal tersebut segera terwujud. Seperti akun facebook Devi Rahmat: Alhamdulillah semoga cepat terealisasi biar gampang hilir mudik. Aisyah Luthfiana: Alhamdulillah semoga om dan tante di Lemiring dan saudara-saudara lebih terjangkau dan lebih mudah jika ke Sampit.
Saya kira sebagai mimin tak ada salahnya saya mengaminkan. Tentu saja bukan sekadar menulis tapi juga nge-tag (menandai) Allah dalam komentar tersebut. Dan juga berharap mimpi menahun itu bisa terwujud. Eh ujungnya dinilai salah juga.
Sudah risiko, ketika melempar isu di media sosial akan ada dua kemungkinan; respons positif atau respons negatif. Sebenarnya saya paham dan sudah terlatih tidak baper (bawa perasaan) dalam bermedia sosial. Tapi kali ini tidak.
Dalam artikel yang ditulis wartawan kami (Radar Sampit) yang kami lempar di medsos ini ada sebuah komentar yang cukup mengiris hati. Lebih menohok. Ibarat gadis diperkosa di depan kekasih. Bagaimana tidak warganet satu ini menyinggung soal keprofesian. Seperti di komentarnya: Berapakah dibari (dikasih) duit wartawan itu oleh oknum yang mengatasnamakan pemerintah. Bagi wartawan, ini perkataan yang menampar. Apalagi tuduhan itu tidak benar.
Ya memang tak benar. Saya tahu dan kebetulan saya sendiri juga hadir dalam peringatan Hari Ulang Tahun ke-67 Kabupaten Kotawaringin Timur di Stadion 29 November, Senin (7/1). Tulisan itu dibidani ketika bupati menyampaikan sambutannya di hadapan ribuan peserta upacara dan apatur sipil negara yang hadir.
Disampaikan Supian, pembangunan jembatan sebenarnya menunggu anggaran pendapatan belanja negara (APBN). Tapi dia berupaya agar Pemkab Kotim merangsangnya. Demi menghubungkan tiga kecamatan yang membutuhkan jembatan itu.
“Dimulai saja dulu walaupun dengan Rp 20 miliar atau Rp 30 miliar. Kalau bisa diusahakan banyak (anggarannya) kenapa tidak. Walaupun pemancangan tiang hanya empat atau lima buah saja dulu, misalnya hanya di bagian seberang dulu yang kita buat, yang pasti kalau tidak kita mulai, kapan lagi,” ujarnya.
Saya pribadi menilai pernyataan ini bukan sekadar omong kosong bupati . Ini pijakan baru untuk memulai pembangunan jembatan yang akan dibangun dengan lebar 14 meter, bentang 970 meter dan duit Rp 1,050 Triliun. Saya rasa tidak unsur politis, semoga saja. Aamiin.
Nah atas dasar apa tudingan oknum warganet menuduh wartawan mendapat duit untuk menulis ini? Apakah salah bila kami menulis wacana baik pemerintah? Apakah salah jika kami juga berharap jembatan itu terealisasi?
Begitu juga dengan pemerintah, kami juga selalu disalahkan ketika menyampaikan kritik. Kami selalu dituding memberitakan keburukan. Nah giliran memberikan seperti ini kami dituduh menerima bayaran oleh masyarakat.
Wartawan di Radar Sampit dilatih menulis berdasarkan fakta dan narasumber. Dan pada tulisan ini kami hanya bertindak sebagai media yang menjadi perpanjangan tangan dari narasumber. Menjadi pengeras suara bagi masyarakat.
Radar Sampit tidak sekali atau dua kali memberitakan soal Jembatan Sei Mentaya ini. Kami sudah memberitakan dari tahap wacana, detail design engginering, bahkan ekspektasi setelah realisasi jembatan ini terbangun.
Bahkan, kami pernah menulis liputan khusus. Liputan khusus yang menjabarkan terkait soal mimpi menahun pemerintah dan masyarakat ini. Kami pernah mewawancarai tokoh-tokoh di Mentaya Seberang, seperti Pembakal Iyus (Lurah Mentaya Seberang pertama), Tokoh masyarakat seperti Khaitami yang terkenal dengan usaha seni rupanya Baniang itu. Hingga yang berada di kawasan transmigrasi pun kami wawancara seperti Amang Samsu.
Saya juga pernah menulis “Berkunjung ke Rumah Tertua di Pinggiran Kota Tertinggal” Silakan cari di google. Isinya mengenalkan objek wisata di wilayah seberang, yang warganya pun belum tentu satu. Sekadar informasi tulisan ini menjadi juara 1 tulisan ajakan wisata yang diselenggarakan Citimall.
Artinya, isu pembangunan Mentaya Seberang ini tak lantas kami tuliskan dengan tujuan tertentu. Seperti tuduhan unsur politis jelang pemilihan kepala daerah. Tidak benar.
Radar Sampit menulis ini atas dasar kedekatan. Atas dasar suara-suara masyarakat yang pernah kami temui. Atas dasar harapan-harapan masyarakat yang kami mintai komentar. Juga atas dasar kepedulian terhadap daerah.
Bisa dibilang kamilah yang paling kecewa. Kami juga paling sedih. Kamilah yang paling sakit hati. Apabila mendengar pembangunan jembatan tertunda lagi-tertunda lagi.
Suatu ketika nanti, pemerintah akan berkomentar “Ini tak lepas dari dukungan masyarakat yang terus mendukung untuk realisasi pembangunan jembatan ini.”
Masyarakat berkomentar : ”Terimakasih kepada pemerintah daerah di kepimpinan bapak mimpi kami bertahun-tahun untuk punya jembatan akhirnya terwujud,”
“Jembatan Sei Mentaya Diresmikan” Begitu judul headline yang akan kami tulis. Tanpa berani berkhayal ucapan terimakasih dari pemerintah maupun dari masyarakat, atas pemberitaan dan pengawalan isu selama ini. Padahal kami juga menunggu. (***)