SAMPIT – Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) meminta masyarakat yang berinvestasi membangun usaha di Kotim dengan menggunakan lahan agar memperhatikan status kawasannya. Hal itu penting untuk diketahui agar penataan kota di Kota Sampit tidak semrawut. Jika melanggar status kawasan, bangunan bisa dibongkar paksa.
”Pemkab Kotim tidak pernah menghalangi masyarakat untuk berinvestasi, tetapi harus perhatikan dulu peruntukkan kawasannya,” Muhammad Wijaya Putra, Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kotim.
Dia mencontohkan, lahan milik PT Inhutani III yang dibangun untuk pelaku usaha kuliner tanpa ada persetujuan izin dari Pemkab Kotim. ”Setiap kegiatan pemanfaatan lahan, apalagi di atas lahannya dibangun bangunan semipermanen sebaiknya harus dikoordinasikan dengan Pemkab Kotim. Kalau tidak, pelaku usaha yang akan dirugikan ketika pemerintah melakukan penertiban. Akhirnya, malah berujung menuntut ganti rugi,” ujarnya.
Pemkab Kotim juga tak ingin melakukan pembiaran begitu saja. Pemkab mengeluarkan landasan aturan yang tertuang dalam Perda Nomor 5 Tahun 2015 tentang rencana tata ruang wilayah Kotim tahun 2015-2035.
Setelah perda ditetapkan, pemerintah kembali merancang perda terkait Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang masih dalam proses pembahasan. Dalam rancangan perda tersebut telah disepakati bahwa area Taman Kota Sampit dan sebagian lahan milik PT Inhutani dijadikan kawasan ruang terbuka hijau (RTH).
”Dari sisi aturan, area perkotaan wajib menyediakan lahan minimal 20 persen dari luas Kota Sampit dan sepuluh persen bagi investor, seperti di PT Inhutani III,” ujarnya.
Wijaya mengatakan, setiap masyarakat yang berinvestasi di Kotim perlu memiliki dasar hukum yang legal dan jelas, serta bisa dipertanggungjawabkan. ”Masyarakat yang mau bangun usaha itu salah satunya harus mengajukkan izin dari Pemkab Kotim melalui DPM PTSP Kotim. Tetapi, karena Perda RDTR masih dalam pembahasan, dibentuklah Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD) dengan melibatkan SOPD terkait,” ujarnya.
”Ketika ada masyarakat yang ingin melakukan kegiatan usaha, kami tidak mungkin mengabaikan. Tetapi dibahas TKPRD. Jadi, patuhi aturan yang ada, jangan asal bangun! Kalau ternyata aturan itu dilanggar, nanti saat dilakukan penertiban Pemkab yang malah disalahkan,” tambahnya.
Dia menuturkan, Pemkab Kotim telah melakukan berbagai upaya untuk menata Kota Sampit menjadi lebih rapi sesuai peruntukkannya. ”Bupati melarang tidak mungkin tidak diberikan solusi. Jadi, tidak bisa melihat suatu permasalahan hanya dari sisi ekonomi masyarakatnya saja, tetapi dari sisi penataan ruangnya malah dikesampingkan. Karenanya, pemerintah melakukan penataan kota bukan untuk satu atau dua tahun, tetapi untuk jangka panjang,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga diharuskan menyediakan ruang terbuka hijau yang memadai. Namun, hal itu tentu dilakukan secara bertahap menyesuaikan dengan ketersediaan anggaran.
”Ketika ada pelanggaran, tidak mungkin pemerintah melakukan pembiaran, sehingga diperlukan penertibanan agar nantinya jangan sampai itu malah merugikan banyak orang,” ujarnya.
Sebagai informasi, luas lahan areal PT Inhutani pada masa kejayaan bisnis perkayuan mencapai 750 hektare. Namun, saat ini hanya tersisa sekitar 12 hektare yang berada di Kawasan Taman Kota Sampit. Status lahan merupakan HGB yang terus dilakukan perpanjangan secara berkala hingga kurang lebih 60 tahun.
Pimpinan PT Inhutani III Sampit Aladin Sinaga mengatakan, pihaknya siap bekerja sama dengan Pemkab Kotim untuk bersama-sama mewujudkan pembangunan Kotim. ”Kami siap bekerja sama sepanjang tidak melanggar aturan, karena lahan milik PT Inhutani III merupakan aset milik BUMN,” pungkasnya. (hgn/ign)