PANGKALAN BUN - Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong dan Komisi IV DPR RI melakukan pertemuan dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk menyelesaikan sengkarut masalah lahan di Desa Kinipan, Kabupaten Lamandau. Pertemuan itu digelar di Hotel Kecubung, Pangkalan Bun, Kamis (10/9).
Pertemuan tersebut untuk membahas soal permasalahan hutan di Desa Kinipan yang viral. Sehari sebelumnya, KLHK dan rombongan Komisi IV DPRD telah melakukan dialog bersama Pemerintah Kabupaten Lamandau dan DPRD Lamandau.
Alue Dohong bersama rombongan batal ke Desa Kinipan karena terhalang banjir. Akses jalan juga terputus, sehingga tidak melihat kondisi lapangan.
"Untuk masalah hutan Kinipan ini tengah kita diskusikan. Kita diskusi bersama perusahaan dan hadir juga dari komisi IV DPR RI," kata Alue Dohong usai pertemuan.
Menurutnya masalah yang ada di Desa Kinipan akan terselesaikan dengan segera. Namun semua ini perlu dilakukan kajian. Pihaknya saat ini tengah melakukan pengumpulan data, karena masalah landscape banyak yang terlibat jadi harus mengurainya satu persatu. "Kami lakukan pertemuan ini kaitannya dengan pengumpulan data, termasuk dengan pihak perusahaan kami masih lakukan diskusi, yang jelas solusinya akan segera kita berikan yang terbaik bagi keduanya, sebab masalah ini bukan saja dengan daerah tetapi juga dengan Pemerintah Pusat," terang Alue Dohong.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengatakan, setelah melakukan pertemuan dengan pihak perusahaan maka akan ditindaklanjuti menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas rekomendasi penyelesaian masalah hutan adat Desa Kinipan, Kabupaten Lamandau. Namun sebagai garis besar, aspek-aspek keinginan masyarakat dalam mempertahankan hutan adat harus dihargai.
Dedi Mulyadi juga mengingatkan agar aspek kearifan lokal untuk menjadi dasar dalam pemberian askes legal perhutanan sosial. Sehingga pemanfaatan hutan tidak mengganggu masyarakat hukum adat yang tinggal di dalam kawasan hutan. "Kami belum bisa memberikan rekomendasi rill perihal masalah hutan adat Desa Kinipan. Setelah ini, akan kami agendakan RDP dalam penggalian permasalahan dengan KLHK, namun yang harus digaris bawahi, bahwa aspek keinginan masyarakat dalam mempertahankan hutan adat itu harus dihargai," kata Dedi Mulyadi.
Menurutnya, masalah hutan adat Desa Kinipan, baik pihak perusahaan dan masyarakat keduanya memiliki semangat dalam menjaga kelestarian lingkungan, sehingga keduanya perlu ada kajian khusus, hutan adat tetap bertahan dan areal kelapa sawit bisa berjalan. "Baik plasma dan hutan adat, ke depannya akan memberikan manfaat ekonomi, hutan adat jika dikelola dengan baik akan mendatangkan manfaat secara ekonomi, baik untuk kunjungan dan penelitian," jelas Dedi.
Sehingga, lanjutnya, masalah hutan adat di Desa Kinipan dibutuhkan kearifan lokal yang diambil oleh Kementrian LHK selaku pemegang otorisasi regulasi sehingga tidak harus kaku dalam masalah hukum. Keduanya dapat dikompromikan untuk menyelesaikan persoalan yang ada.
Mengenai evaluasi HGU, lanjut Dedi, tata ruangnya harus diselesaikan terlebih dahulu, agar memberikan ruang yang cukup luas atas keberadaan hutan adat. "Tata ruangnya harus dievaluasi sehingga memberikan ruang bagi hutan adat yang lebih luas, sekarang ini Peraturan Daerahnya saja belum ada. Dan harus dicatat bahwa saya sangat menghargai keinginan masyarakat dalam mempertahankan hutan adat," bebernya.
Sementara itu Wendi, humas perusahaan kelapa sawit mengatakan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah untuk menyelesaikan masalah di Desa Kinipan, tetapi harus dilakukan kajian secara menyeluruh. Apakah masalah Desa Kinipan ini murni keinginan masyarakat atau hanya sekompok orang saja. "Jika memang kami diminta untuk berhenti pada satu titik maka kami pun akan berhenti, tetapi yang perlu diperhatikan, ada 80 orang warga Desa Kinipan yang meminta kepada kami untuk dilibatkan dalam program plasma," kata Wendi.
Dalam pembangunan plasma tidak semuanya dibabat habis, namun hutan tetap dipertahankan sebagai lahan konservasi untuk pelestarian hutan. Menurut Wendi, 80 orang warga Kinipan tergabung dalam Komunitas Masyarakat Kinipan Bersatu, dan mereka meminta kepada pemerintah dan perusahan untuk melakukan kajian, sebab masyarakat membutuhkan penghasilan untuk kelangsungan hidup.
"Kami menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah, kami sangat taat pada peraturan yang berlaku," pungkas Wendi. (rin/sla)