PALANGKA RAYA- Umat Hindu Kaharingan melalui Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan (MBAHK) Kalteng, merasa tak terima dengan adanya rilik sebuah lagu yang dipublish di sebuah akun You Tube. Karena dianggap melecehkan, lembaga ini pun melayangkan laporan resmi ke Polda Kalimantan Tengah, Senin (18/1) kemarin.
Pelaporan tersebut dilakukan di Direktorat Kriminal Khusus Polda Kalteng, langsung oleh Ketua MBAHK didampingi pengurus lainnya. Dan yang dilaporkan, yakni Thoeseng TT Asang yang penah menjabat ketua Ombudsman Kalteng.
Sebelum pelaporan tersebut dilakukan, sebenarnya kedua belah pihak sudah ada pertemuan. Yakni MBAHK meminta lirik Raying pada lagi berjudul Haleluya karya Thoeseng itu dihapus. Namun terlapor tetap kekueh dengan lirik tersebut, sampai akhirnya ia dilaporkan ke aparat hukum.
Dalam laporan tersebut, keberatan umat Hindu Kaharingan adalah penyebutan kata Ranying yang terdapat dalam lagu Halelluya. Menurut mereka, memuat kata Ranying dalam lagu Haleluya, seharusnya mendapatkan izin dari umat Hindu Kaharingan melalui lembaga seperti MBAHK Kalteng. Ranying Hatalla adalah penyebutan nama Tuhan menurut Hindu Kaharingan. Sedangkan kata Halelluya, ungkapan syukur umat Nasrani.
”Kami umat Hindu Kaharingan merasa dilecehkan dan terlapor diduga membuat keresahan atas konten youtube dilirik lagu tersebut. Sebenarnya sudah ada komunikasi dengan memberikan waktu 1x24 jam untuk menghapus kata Raying dalam konten tersebut. Hanya saja tidak mau dan harus dilaporkan. Ingat, untuk Ranying Hatalla adalah penyebutan nama Tuhan kami. Sementara Haleluya ucapan syukur agama lain,” ujar Ketua MBAHK Kalteng, Walter S Penyang saat memberikan keterangan pers, usai melakukan pelaporan, kemarin.
Dirinya kembali menegaskan, warga Hindu Kaharingan, sekali lagi sangat keberatan dengan adanya kata Ranying Hatalla yang terdapat dalam lagu Haleluya. Keberatan itulah, dilaporkan, walaupun lembaga sudah mengundang Thoeseng Asang untuk melakukan klarifikasi, sekaligus meminta maaf, dan menghapus kata Ranying tersebut.
”Kami merasa dilecehkan dan keberatan, mengapa kata yang sangat sakral bagi umat Hindu Kaharingan harus dibawa-bawa. Atas laporan ini, kami berharap bisa ditindaklanjuti oleh aparat untuk memprosesnya secara hukum,” imbuh Walter.
Sementara itu, tokoh agama Hindu Kalteng Prof I Nyoman Sudyana menambahkan, kata Ranying sendiri digunakan pada waktu-waktu tertentu yang sifatnya sakral. Seperti saat upacara keagamaan. Ditagaskannya, bahwa kata Ranying Hatalla adalah bahasa Sangiang, yang merupakan penyebutan nama Tuhan bagi umat Hindu Kaharingan.
”Ini tentunya harus dilaporkan, sebab bahasa Sangiang sendiri sudah dipatenkan secara akademis oleh Institut Akademi Tampung Penyang. Penggunaan kata tanpa izin pemiliknya merupakan sebuah pelanggaran. Apabila memang ingin menyamakan, mengapa tidak digunakan kata Hatalla Sinta karena ini lebih sesuai, jangan menggunakan kata Ranying. Kami berharap semoga bisa ditindaklanjuti,” imbuhnya.
Sementara itu saat dikonfirmasi terpisah, Thoeseng TT Asang secara tegas menyampaikan bahwa ia menghormati proses hukum dan siap menghadapi persoalan tersebut. Dirinya pun mengapresiasi pihak MBAHK yang menggunakan jalur dan hak konstitusional melalui pelaporan tersebut.
”Saya apresiasi dan terima kasih selaku warga negara yang baik, sudah mempergunakan haknya dengan sebaik mungkin. Tidak menimbulkan kegaduhan di tengah kondisi yang terjadi sekarang ini. Siap untuk dihadapi,” tulisnya singkat melalui pesan pendek WA.
Untuk diketahui, Thoeseng Asang menyebutkan Ranying Hatalla dalam lirik lagu. Dan penyebutan kata Ranying Hatalla kembali terjadi pada menit 3:51, yang diupload dalam konten youtube. (daq/gus)