PALANGKA RAYA – Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalimantan Tengah menangkap dua germo penjual anak di bawah umur. Tarifnya Rp 250 ribu sekali transaksi.
Kedua tersangka masing-masing bernama Fery Arisromadoni (27), warga Jalan Akasia Gang Turi dan Rahmawaty (18), warga Jalan Hiu Putih. Korban yang dijual pada lelaki hidung belang tersebut masih berusia 16 tahun.
Pengungkapan tindak pidana penjualan orang (TPPO) itu dilakukan setelah petugas melakukan penangkapan di wisma Jalan Cut Nyak Dien, Palangka Raya, Selasa (6/4) lalu. Pelaku menawarkan korban melalui aplikasi di media sosial.
Mirisnya, korban dalam semalam bisa melayani lima pria hidung belang. Sebelum melayani pelanggan, korban dicekoki terlebih dengan narkotika jenis sabu-sabu.
Kedua tersangka menjalankan aksi bejat itu sudah berlangsung lama. Polisi menjerat mereka dengan pasal berlapir, yakni Pasal 88 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman penjara 10 tahun dan atau denda 200 juta dan Pasal 2 Ayat 1 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman pidana penjara 15 tahun dan atau denda Rp 600 juta.
Barang bukti yang diamankan berupa buku tamu wisma, tiga ponsel, uang tunai Rp 400 ribu, korek api gas, dua pipet kaca, plastik klip, kotak rokok, dua sedotan, baju dalam, celana, dan lainnya.
Dirreskrimum Kombes Pol Budi Hariyanto melalui Wadirreskrimum AKBP Arie S.Z. Sirait, Kamis (8/4), mengatakan, tersangka ditangkap lantaran memperdagangkan gadis di bawah umur untuk melayani transaksi seksual.
”Jika ada konsumen berminat, maka langsung datang ke wisma. Hingga di lokasi itu terjadi hubungan seksual,” ujar Sirait didampingi Kasubdit IV/Renakta Kompol Novalina Tarihoran dan Kabd Humas Kombes Pol K. Eko Saputro, Kamis (8/4).
Saat penggerebekan dilakukan, kedua tersangka dan korban baru melaksanakan pesta sabu. Sebab, di dalam kamar ditemukan perlengkapan nyabu. Dalam kasus ini, pihaknya juga berkoordinasi dengan Ditresnarkoba Polda dalam pengembangan distribusi barang haram tersebut.
”Keduanya sudah lama menjadi muncikari. Tersangka perempuan sudah pernah menikah. Pelanggan pesan, lalu disepakti harga dan dilakukan transaksi,” tutur Sirait.
Harga tergantung kesepakatan bersama. Namun, rata-rata kedua tersangka menawarkan harga Rp 600 ribu kepada setiap pelanggan. Tetapi ada juga yang menawar menjadi Rp 500 ribu hingga Rp 250 ribu.
”Jadi ini tergantung tawar-menawar. Dari Rp 600 ribu bisa jadi Rp 500 ribu. Jika menawar, pemesan harus membayar kamar di wisma tersebut. Nah, uangnya dibagi tiga. Korban bisa dapat Rp 100 ribu atau lebih sisanya kedua tersangka,” ujarnya.
Uang hasil pembayaran dari pemesan digunakan membeli sabu. Pangsa pasar mereka di Palangka Raya. ”Korban dicekoki sabu, sehingga bisa kuat melayani lima pelanggan. Luar biasa ini. Maka itu akan terus kami selidiki agar kejadian serupa tak terulang kembali,” tegasnya.
Sirait menambahkan, muncikari perempuan memiliki suami yang tengah menjalani masa tahanan lantaran kasus penganiayaan. ”Semua masih didalami untuk mengungkap kasus-kasus serupa. Kami imbau kepada orang tua untuk memperhatikan pergaulan anaknya. Jangan sampai ikut terlibat dalam persoalan tersebut,” pungkasnya. (daq/yit/ign)