SAMPIT – Anggota Komisi III DPR RI Dapil Kalteng Agustiar Sabran menyatakan siap pasang badan untuk masalah hak-hak masyarakat lokal. Dia menilai masih banyak perusahaan belum merealisasikan kewajiban plasma dan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR).
”Meskipun tidak semua perusahaan seperti itu, tapi memang ada sebagian dan memang masih banyak yang begitu," ujarnya, Senin (1/3) lalu.
Agustiar meminta perusahaan tidak memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat lokal. Menurutnya, kesejahteraan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga perusahaan, seperti perusahaan besar swasta (PBS) sebagai mitra yang berinvestasi di tanah Kalteng.
”Masyarakat lokal sering tidak diberdayakan. Sebenarnya itu tanggung jawab kita semua,” katanya.
Dia berharap agar dunia investasi di Kalteng, termasuk di Kotawaringin Timur (Kotim) bisa benar-benar memberikan multiefek yang mengena kepada masyarakat. Khususnya dalam investasi perkebunan besar.
Agustiar juga mempertanyakan CSR perusahaan. Begitu juga plasma yang menurutnya tidak terealisasi. Padahal, CSR dan plasma tersebut sangat membantu kemajuan masyarakat.
”Ada CSR, tapi tidak ada uangnya. Ada plasma, tapi tidak ada tempatnya. Tidak ada uangnya. Jadi, agar ada kejelasan untuk menghindari kecemburuan sosial," tegasnya.
"Ganti rugi lahan semaunya saja. Meskipun belum diganti, tetap digarap juga. Hal seperti itu yang bisa memicu sering terjadi sengketa meski tidak semuanya begitu," tambahnya.
Dia berharap PBS perkebunan kelapa sawit yang berinvestasi di Kalteng agar memberikan perhatian lebih besar kepada warga setempat agar tidak menimbulkan kecemburuan yang bisa berujung konflik sosial.
”Perhatian terhadap warga setempat untuk diberdayakan sebagai tenaga kerja juga masih kurang. Konflik itu muncul sedikitnya karena faktor kecemburuan sosial. Warga setempat tidak bekerja, nganggur," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, terkadang masyarakat lokal hanya menyaksikan dan menjadi penonton. Hal itulah yang sering menimbulkan kecemburuan sosial, sehingga dia tidak ingin kisah suram di masa lalu terulang lagi dan bersama-sama menata ke depannya agar lebih baik.
”Jangan sampai masyarakat lokal tersinggung. Justru harus diberdayakan untuk kepentingan bersama juga. Supaya orang berinvestasi juga merasa nyaman," ujarnya.
Agustiar melanjutkan, semua pihak terkait harus bijaksana mencari jalan keluar apabila terjadi hal semacam itu, seperti ganti rugi lahan dan lainnya. ”Jangan sampai menyalahkan sepihak saja, karena banyak faktor. Kami siap pasang badan untuk kebaikan," tegasnya.
Aparat keamanan juga diminta bijaksana mengambil langkah penyelesaian yang melibatkan masyarakat lokal. Sebab, kadang masyarakat hanya membela haknya saja. ”Harapannya, lakukan secara persuasif untuk menangani hal ini, karena tidak semua salah mereka," tandasnya. (yn/ign)