SAMPIT – Investasi di bidang perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), selain berdampak positif, juga dinilai berimbas buruk pada masyarakat lokal. Sebagian masyarakat semakin menderita karena ekspansi sawit yang menggarap lahan warga. Karena itu, moratorium lahan yang dikeluarkan Presiden disambut gembira.
”Ini fakta yang kami sampaikan. Ada perluasan lahan PBS (perkebunan besar swasta) yang sampai ke perumahan warga, terutama di daerah pedalaman. Tentunya jika seperti ini apa bisa dikatakan sejahtera? Mereka tidak bisa bercocok tanam lagi. Lahan mereka habis, sedangkan mereka tidak punya keahlian bekerja di PBS itu,” kata Ketua Komisi III DPRD Kotim Rimbun, Minggu (17/4).
Rimbun menuturkan, langkah moratorium dinilai tepat. Hal tersebut juga tak akan berpengaruh pada pembangunan Kotim. Pasalnya, uang yang kembali ke Kotim melalui dana bagi hasil dengan pemerintah pusat dari maraknya investasi itu minim.
”Sedikit sekali dana dari sektor itu dikembalikan ke daerah. Toh selama ini tambang di Kotim tidak ada yang jalan. Tidak ada gejolak luar biasa. Artinya, Kotim siap menghadapi konsekuensi dan melaksanakan perintah Presiden untuk tidak memberikan izin baru,” katanya.
---------- SPLIT TEXT ----------
Menurut Rimbun, moratorium izin baru di Kotim sangat tepat. Pasalnya, karena dalam operasionalnya di lapangan, perkebunan dan pertambangan kerap merusak lingkungan dan merugikan sebagian besar masyarakat lokal.
”Pemkab selama ini tahunya masalah di atas meja saja, tetapi fakta di lapangan tidak tahu. Contoh saja, PBS itu menggarap di luar izin, mana tahu mereka. Cuma bisa berikan izin, tapi tak bisa mengawasi. Ini sama saja membiarkan kerugian negara akibat lalai dalam pengawasan,” tegasnya.
Melalui moratorium, Rimbun mengharapkan semua pihak dapat menjaga kelestarian lingkungan. Pihaknya juga mempertanyakan pelaksanaan kebijakan Presiden tersebut. Hal itu dinilai sejalan dengan audit PBS di Kotim yang akan dilakukan pemkab.
”Karena Presiden sudah melarang ada izin baru, artinya lahan hasil audit di luar HGU (hak guna usaha) itu dimiliki dan dikelola pemerintah saja. Ini semangatnya sejalan dengan audit PBS yang akan dilakukan,” tuturnya. (ang/ign)