Sungai Arut yang membelah Kota Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat pernah mengalami masa keemasan pada dekade tahun 1980 an. Sungai yang merupakan anak Sungai Lamandau ini mempunyai panjang sekitar 250 kilometer, dengan kedalaman rata-rata empat meter dan lebar rata-rata 100 meter, namun yang dapat digunakan sebagai jalur pelayaran hanya 190 kilometer.
KOKO SULISTYO, Pangkalan Bun
Pada masa jayanya Daerah Aliran Sungai (DAS) Arut menjadi urat nadi kegiatan masyarakat bantaran. Jalur ini dikenal sebagai salah satu sumber mata pencaharian warga setempat, berbagai potensi perikanan endemik, tidak terkecuali potensi Udang galahnya dulu mampu menghidupi ratusan kepala keluarga.
Selain itu, Sungai Arut menjadi menjadi jalur transportasi serta penopang ekonomi masyarakat dengan beragam aktivitas seperti, pembuatan perahu dan kapal tradisional. Dengan segudang kearifan lokalnya itu, Sungai Arut memiliki potensi wisata yang sangat luar biasa di masa depan. Namun sayang seiring perkembangan dan kemajuan zaman, perlahan tapi pasti Sungai Arut bukan lagi menjadi sungai yang bersih dan indah, tetapi menjelma menjadi sungai kotor, keruh, dan tidak tertata.
Pemerintahan daerah di bawah kepemimpinan Bupati Nurhidayah dan Wakil Bupati Ahmadi Riansyah, berupaya mengembalikan Marwah Sungai Arut dengan menata kawasan bantaran sebagai kawasan yang nyaman untuk dikunjungi yang dimulai tahun 2017 silam.
Berbagai gerakan moral dan sosial digalakkan, salah satunya gerakan Jumat Bersih dan program nol jamban. Selanjutnya disusul program spektakuler pembangunan Water Front City (WFC) di Kampung Sega, Kelurahan Mendawai.
Gayung bersambut, berkat inovasi dan kreatifitas yang dilakukan menjadi pemicu masyarakat untuk ikut andil dalam berbagai kegiatan yang emnyentuh langsung Sungai Arut. Bahkan, sebelum pandemi Covid-19 telah digelar berbagai kegiatan sungai, seperti festival kelotok hias, pusat jajanan di kampung lorong rindu, festival lampion, dan kegiatan lainnya.
Bukan hanya di kawasan hilir yang menjadi perhatian, pemerintah daerah juga berupaya mengembalikan kualitas air sungai di bagian hulu dengan menekan pertambangan di sungai dan mengedukasi masyarakat untuk tidak membuang sampah.
Alhasil, meski terseok - seok saat pandemi Covid-19 akibat berbagai kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat, upaya untuk tetap menggerakkan geliat ekonomi masyarakat tetap digalakkan, salah satunya mendorong kegiatan susur sungai dengan kelotok wisata.
Susur sungai bahkan menjadi primadona baru masyarakat untuk menikmati keindahan pemandangan di sepanjang DAS Arut. Masyarakat dimanjakan dengan eloknya panorama senja di atas kapal wisata. “Kita siap mengantarkan masyarakat atau wisatawan untuk mengunjungi berbagai spot menarik, salah satunya adalah keindahan panorama danau Sepingit,” kata Wardiman, pengelola kelotok wisata Kim Tour, Sabtu (28/2).
Dengan pengawasan ketat untuk mencegah aktivitas ilegal fishing, terbukti mampu mengembalikan beberapa endemik sungai seperti udang galah dan ikan endemik lainnya, hal itu juga dimanfaatkan oleh mancing mania untuk merasakan sensasi strike dari atas kapal wisata.
Bahkan, dalam beberapa kesempatan kapal wisata itu juga dimanfaatkan untuk meeting private para pebisnis, sembari menyusuri Sungai Arut. “Kita juga berikan fasilitas lainnya di atas kapal, dengan barbeque dan menu kuliner lainnya yang tentu sensasinya ketika makan di atas kapal wisata sangat berbeda, dengan makan di rumah atau di restoran,” imbuhnya.
Menurut Wardiman gerakan mencintai sungai harus terus digalakkan oleh berbagai pihak termasuk pelaku pariwisata susur Sungai sehingga apa yang dicita-citakan oleh pemerintah daerah untuk mengembalikan keindahan dan kebersihan sungai dapat tercapai. (sla)