BUNTOK – Kurang harmonisnya suatu hubungan di dalam rumah tangga tersebut, termasuk tidak ada kecocokan diantara suami istri mendominasi alasan kasus perceraian yang ditangani Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Barito Selatan (Barsel) pada tahun 2015 lalu.
“Pada tahun 2015 lalu perkara yang ditampung untuk kasus perceraian presentase mencapai 50 persen, karena hubungan suami istri yang kurang harmonis,” kata kepala Kepala Pengadilan Agama Barsel Al Fahni kepada Radar Palangka, Kamis (5/5).
Dikatakan Al Fahni, jumlah keseluruhan kasus perceraian tersebut sebanyak 155 perkara selama tahun 2015 lalu. Diiringi, cemburu empat perkara, ekonomi lima perkara dan gangguan pihak ketiga sebanyak tujuh perkara.
“Dengan tingginya kasus perceraian sepanjang tahun 2015 lalu, saya mengharapkan pada tahun 2016 ini di wilayah Barsel. Tingkat perceraian, dalam rumahtangga mengalami penurunan,” harapnya.
Untuk memutuskan mengambil langkah perceraian dalam rumahtangga lanjut Al Fahni, supaya berpikir matang-matang. Berpikirlah dengan jernih, kepala harus dingin serta jangan gunakan emosi dalam mengambil keputusan perceraian.
“Apalagi, pasangan suami istri yang sudah memilik anak agar berpikir seratus kali mengambil keputusan untuk bercerai. Sebab, yang akan menjadi korban juga anak-anak,” ucapnya.
Secara akal sehat, ujar Al Fahni, akibat perceraian kedua orangtuanya akan berdampak pada kejiwaan anak-anaknya. Dicontohkan, disekolah mereka akan menjadi tidak semangat otomatis nilai pelajaranpun akan drastis menurun.
Alangkah lebih baiknya, tidak bercerai bila masih bisa dipertahankan karena perceraian paling dibenci Allah Swt. Jangan sama-sama egois, bicara dari hati ke hati serta saling terbuka untuk memecahkan masalah dalam rumahtangga.
“Insya Allah, bila adanya saling keterbukaan dalam hubungan suami istri kata perceraian tidak akan terjadi,” pungkas Al Fahni. (dy/vin)