Salah satu korban keracunan massal penganan berbuka puasa merupakan pejabat Kotim, yakni Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kotim Zulhaidir. Kue bermasalah yang merusak kesehatannya itu dia beli di Jalan Usman Harun, Sampit, Selasa (28/3) lalu. ”Kuenya dimakan malam masih enak. Seporsinya Rp25-30 ribu. Dari bentukannya sudah berbeda. Lebih basah. Isinya berhamburan. Biasanya kalau dipotong tetap padat menyatu dan saosnya juga asam. Tak biasanya juga cabainya dipotong besar-besar,” kata Zulhaidir yang harus menjalani rawat inap di Ruang Cempaka RSUD dr Murjani Sampit, Jumat (31/3).
Kue yang dibelinya merupakan makanan khas Ramadan yang terkenal di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Hanya dijual saat bulan puasa. Penganan yang dikenal dengan kue ipau itu memiliki lapisan daging cincau atau ayam cincang, aneka sayur, dan bumbu lainnya. Diolah dengan dikukus. Diminati warga untuk menu berbuka puasa. ”Saya mengira itu di saosnya. Dari jam satu malam perut sudah mulai tak nyaman. Sahur sempat makan sedikit. Setelah sahur, Rabu pagi mulai diare. Bolak-balik buang air besar cairan. Badan melayang, pusing, mual, muntah,” kata Zulhaidir.
Menurutnya, apabila kue itu diolah bersih dengan bahan segar, semestinya bisa awet dan bisa dikonsumsi 2-3 hari. ”Paginya saya coba paksakan puasa. Sebelumnya sudah minum obat, tapi masih tetap diare. Paginya sempat muntah, akhirnya dibatalkan puasanya dan muka juga sudah pucat,” ujarnya. Zulhaidir berniat berobat ke dokter, tetapi berubah pikiran hingga akhirnya dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD dr Murjani Sampit. ”Saya pikir hanya diare biasa saja, makanya niatnya mau ke dokter. Tapi, istri mengarahkan ke IGD, karena melihat kondisi wajah yang sudah semakin pucat,” katanya.
Zulhaidir tiba di IGD Rabu (29/3) malam. Dia sempat menunggu masa observasi sampai pukul 22.00 WIB. ”Rencananya tidak ada niat bermalam. Setelah cek darah, menunggu sampai jam 10 malam. Observasi pertama bagus, cuma kalium rendah sekali. Dokter mengkhawatirkan bisa menghantam jantung. Kalau telat ditangani bisa berbahaya. Dokter menyarankan tidak menganggap enteng diare,” ujarnya.
Setelah observasi kedua, dilakukan pemeriksaan tekanan darah yang hasilnya rendah. Saat diperiksa, tensi merosot 80 per 40 dari biasanya 140 per 80. Ketika dicoba lagi menggunakan alat yang berbeda, tensi semakin turun menjadi 70, sehingga dokter menyarankan rawat inap. ”Malam saat saya masuk IGD, Bu Wabup, Irawati, juga sempat menjenguk saya sebentar,” tambahnya.
Sampai Jumat (31/3) sore, Zulhaidir sudah diopname selama tiga hari. Kondisi kesehatannya terlihat membaik. ”Hari pertama saya sama sekali tidak bisa tidur. Masih bolak-balik buang air besar cairan. Hari kedua lumayan bisa tidur dan masih bolak-balik. Ada mungkin sepuluh kali lebih. Hari ketiga makan sudah lumayan bisa terteguk, tapi tetap tidak selera dan perut masih mules. Seharusnya dokter bisa mengizinkan pulang, melihat perkembangan hasil pemeriksaannya nanti. Mohon doanya semoga sakitnya lekas membaik dan bisa pulang beraktivitas seperti biasa,” ujarnya. (hgn/ign)