SAMPIT – Langkah Pemkab Kotim yang menggandeng tokoh adat dalam menindak pasangan mesum dengan menerapkan hukum adat dinilai lebih efektif. Hal tersebut diharapkan bisa dipertahankan karena mempertahankan eksistensi masyarakat adat serta dapat memberikan efek jera pada warga yang nekad berbuat mesum.
”Kesusilaan dan pergaulan di masyarakat sangat efektif apabila kita terapkan hukum adat untuk menghargai adat istiadat di sini,” kata pengamat sosial dan hukum di Kotim Fachri Mashuri, Rabu (25/5).
Menurut Fachri, persidangan menggunakan hukum adat dinilai tepat karena negara tidak sepenuhnya mengatur tentang hukuman bagi pelaku tindak asusila yang kedapatan ngamar di hotel, barak, dan lokasi lainnya. Apalagi dengan alasan suka sama suka.
Fachri menuturkan, penerapan hukum positif selama ini tak efektif. Pasalnya, instansi terkait bisa memberikan pembinaan dan surat pernyataan, terlebih pada anak-anak di bawah umur. Kejadian itu terus berulang selama bertahun-tahun karena tidak ada efek jera bagi pelaku.
”Hukum adat bisa memberikan efek jera karena denda yang cukup besar,” ujarnya. Dia menambahkan, efektifitas hukum adat bisa lebih berguna untuk penegakan hukum bagi tindakan yang tidak sesuai adat istiadat di daerah ini.
---------- SPLIT TEXT ----------
Meski demikian, dia mengingatkan, tidak semua permasalahan bisa disidang secara adat karena ada sidang negara. Jika masalah yang bersinggungan langsung dengan kehidupan sosial di masyarakat, hukum adat tepat diterapkan.
”Kalau di luar kesusilaan, jangan semuanya pakai hukum adat. Kita ada hukum negara, kecuali tidak ada. Kalau pergaulan bukan muhrim, adat yang mengatur karena mereka juga memiliki pedoman untuk menjatuhkan hukum secara adat,” tandasnya. (rm-75/ign)