Dugaan adanya permainan mafia tanah dalam konflik lahan di Desa Luwuk Bunter kian menguat. Hal itu terungkap dalam rapat internal di Desa Luwuk Bunter akhir pekan lalu. Rapat itu juga menyingkap dugaan praktik busuk untuk merampas lahan warga. Pada persamuhan yang membahas permasalahan lahan warga yang digarap PT Borneo Sawit Perdana (BSP) tersebut, terungkap ada surat tanah yang diduga kuat dipalsukan. Panglima Tantara Adat Mandau Talawang Kalimantan Tengah Ricko Kristolelu selaku kuasa salah satu warga pemilik lahan menyebutkan, tanah warga belum diganti rugi dan sudah dijual pihak lain tanpa sepengetahuan pemiliknya. Padahal, warga sudah bertahun-tahun berkebun dan mengelola lahan dalam kawasan irigasi tersebut. Dia melanjutkan, warga telah melapor ke aparat kepolisian terkait pembuatan 16 buah Surat Pernyataan Tanah (SPT) tanpa nomor register. Dokumen tersebut diduga bodong. Aparat penegak hukum diharapkan bisa menyerat sindikat mafia tanah tersebut.
”Dalam pertemuan tersebut warga juga menanyakan kepada Kades Luwuk Bunter tentang proses pembuatan SPT itu dan alasan kenapa kepala desa menandatanganinya. Kades menjawab SPT itu dibuat sendiri oleh pihak PT BSP dan bukan oleh pemerintah desa. Kades tidak bisa memberikan jawaban memuaskan, kenapa mau menandatangani SPT tersebut,” kata Ricko. Mendengar jawaban kades, warga kaget dan kecewa. Warga merasa pembuatan SPT tersebut menyalahi prosedur hukum dan melanggar undang-undang. Surat itu harusnya dibuat pemerintah desa, bukan perusahaan yang baru saja berinvestasi di wilayah itu. ”Dari pertemuan tersebut semakin terang benderang, ada dugaan pembuatan SPT, semacam praktik mafia tanah bersama sindikatnya, yang mana SPT sebanyak 16 buah itu menggunakan nama warga desa lain untuk menjual lahan di Desa Luwuk Bunter,” katanya.
Menurutnya, kondisi itu mengancam kondusifitas di wilayah tersebut. Pasalnya, oknum perusahaan sengaja menggunakan nama warga lain untuk menguasai lahan. Padahal, semuanya disinyalir akal-akalan. Potensi ricuh bisa terjadi karena warga yang tergusur kebunnya bisa diadu domba dengan warga desa lainnya yang namanya digunakan untuk menguasai lahan.
”Kami minta penegak hukum mengusut tuntas masalah tersebut, karena bisa mengadu domba dan merugikan masyarakat Desa Luwuk Bunter. Kami dari Oganisasi Tantara Lawung Adat Mandau Talawang akan terus membela dan mengawal warga, serta meminta PT BSP menunjukkan perizinan koperasi serta HGU lahan koperasi plasmanya. Selain itu, bersama pemerintah daerah dan pihak berwenang mengecek lokasi HGU tersebut,” katanya.
Sementara itu, rencananya pekan ini warga akan mengusir alat berat dari wilayah tersebut dan melapor ke aparat kepolisian. Informasinya, ada ratusan hektare lahan warga yang masuk rencana penggarapan perusahaan.
Di sisi lain, Oganisasi Tantara Lawung Adat Mandau Talawang juga akan mengerahkan massa untuk ikut serta dengan warga yang akan melakukan demo besar-besaran ke PT BSP dan mengusir paksa sejumlah alat berat perusahaan yang masih menggarap lahan di lokasi. Selain itu, mencabut tanaman kelapa sawit yang sudah mulai ditanam di atas kebun kebun warga.
”Kami akan sejalan dan sinergi dengan warga Desa Luwuk Bunter untuk meminta pertanggungjawaban penuh atas permasalahan tersebut,” katanya. Terkait dugaan pemalsuan surat pertanahan yang melibatkan perusahaan tersebut, sampai tadi malam belum ada pernyataan resmi dari pihak PT BSP. Manajemen PT BSP Eni Ekowati sebelumnya membantah pihaknya merusak saluran irigasi di lahan yang dipersoalkan warga. Eni mengatakan, penggarapan itu bukan dilakukan mereka, tetapi oleh koperasi yang menjadi mitra PT BSP. ”Itu lokasi lahan koperasi plasma PT BSP dan tidak ada penggarapan atau penggusuran saluran irigasi di areal tersebut,” tegas Eni, 19 Juni lalu. (ang/ign)