Tak ada mudik tahun ini. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Pembatasan penumpang tanpa penambahan armada membuat Diman kesulitan mendapat tiket kapal laut.
---------------------------
Pekarangan rumahnya yang sempit di tepi jalan disulap menjadi bengkel sepeda. Ruang kecil di belakangnya adalah tempat pangkas rambut. Dua pekerjaan itu harus dilakoni Diman untuk menyambung hidup. Juga untuk mengumpulkan rezeki bakal mudik ke kampung halamannya.
Jika Lebaran tahun ini gagal lagi, maka tiga kali Diman tak mudik. Pria 48 tahun yang tinggal di RT 11 RW 04, Kelurahan Baamang Hilir itu kembali tak kebagian tiket kapal. Dia sudah mondar-mandir mendatangi beberapa tempat penjualan tiket di Kota Sampit. Tak ada yang tersisa.
Duda beranak tiga itu pun mengeluhkan aturan anyar. Meski penjualan tiket kapal pada tahun 2016 melalui sistem online, namun pembatasan penumpang kapal dirasa sangat memberatkan. Sebab akan banyak orang yang tidak bisa pulang kampung untuk berlebaran bersama keluarga, termasuk dirinya.
”Saya sudah menanyakan ke beberapa tempat penjualan tiket kapal, dan semuanya habis. Ada untuk tanggal 7 Juli. Sedangkan Lebaran tanggal 6 Juli. Rencananya saya bersama anak ketiga, Dadang (13), pulang ke Jogjakarta,” ungkap Diman saat dijumpai Radar Sampit di kediamannya di barak di Jalan SukaBumi, Senin (27/6).
Dirinya berharap masih ada kesempatan. Sebab tiga tahun terakhir dia tidak juga bisa pulang kampung lantaran terbatas biaya. Penghasilan dari perbaikan sepeda dan sepeda motor hingga pangkas rambut belum juga mencukupi.
---------- SPLIT TEXT ----------
”Cara penjualan tiket kapal yang baru ini tambah sulit, penumpang dibatasi tetapi armadanya (kapal) tidak ditambah. Bingung mau pulang ke Jawa tidak bisa, anak saya mau sekolah di pondok pesantren di sana (Jogjakarta), baru lulus SD,” keluhnya.
Diman sudah menetap di Kotim sejak 1983. Kata dia, sebelumnya warga yang hendak mudik Lebaran menggunakan kapal laut tetap bisa membeli tiket satu atau dua hari sebelum keberangkatan.
”Biasanya besok mau pulang (mudik), pada malam hari baru mencari tiket, dan dapat saja. Sekarang sudah jauh-jauh hari habis terjual. Lantas bagaimana nasib warga lainnya yang ingin Lebaran bersama keluarga, apa hanya karena tiket kapal habis lalu tidak bisa merayakan Lebaran bersama,” keluhnya.
”Pulang (kampung) berdua sama Dadang, kalau naik pesawat Rp 1.600,000 per orang. Uang saya tidak cukup. Sudah tiga tahun ini enggak pulang kampung, kumpul kakak dan adik di sana (Jogjakarta),” ucapnya.
Kini Diman hanya bisa berharap pemerintah mendengar curahan hatinya. Dia berharap pemerintah memperhatikan dan membantu warga yang tak bisa mudik Lebaran seperti dirinya. (mir/dwi)