SAMPIT – Di tengah hiruk pikuk Kota Sampit, tenyata masih banyak anak yang terlantar. Buktinya, masih banyak anak usia sekolah yang berkeliaran di waktu jam sekolah. Seharusnya di waktu itu, mereka menuntut ilmu, mengenyam pendidikan yang selaiknya. Bukan berkeliaran bekerja keras membanting tulang untuk membantu perekonomian keluarga.
Anggota Komisi III DPRD Kotim Dadang H Syamsu prihatin melihat banyaknya anak yang di bawah umur yang putus sekolah. Pemkab seolah tidak bertanggung jawab terhadap anak terlantar tersebut.
Dadang mengungkapkan hal itu setelah ada anak penjual makanan ringan bekeliling di gedung DPRD Kotim saat pelaksanaan paripurna. Anak berusia sekitar 8 tahun itu, kata Dadang, mengaku putus sekolah akibat keterbatasan biaya dan orangtuanya mengajaknya bekerja.
”Sejatinya kita sudah tidak lagi melihat anak-anak usia sekolah bebas berkeliaran saat jam sekolah. Peran pemerintah daerah untuk mengakomodir persoalan ini sangat tidak ada,” kata Dadang.
---------- SPLIT TEXT ----------
Padahal, kata dia, dalam Pasal 34 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan, fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara negara. ”Pertanyaannya, apa peran negara yang dalam hal ini diwakili pemerintah daerah. Tentunya di situ ada dinas yang membidangi,” ujarnya.
Dadang prihatin dengan kondisi anak tersebut. Sebab, keinginan untuk sekolah sangat besar. Namun, karena keterbatasan ekonomi, dia terpaksa berhenti sekolah. ”Sekolahnya di daerah Kecamatan Baamang. Pilihan berhenti sekolah itu terpaksa karena sudah tidak didukung lagi orangtuanya. Padahal, biaya sekolah SD sudah digratiskan. Karena itu, perlu dibangun rumah singgah untuk menampung mereka yang seperti ini,” tandasnya. (ang/ign)