SAMPIT –Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) provinsi Kalimantan Tengah berupaya keras agar terorisme dan paham radikal tak masuk ke Kotim. Itu dilakukan dengan menggelar dialog bersama. Di sisi lain, dai juga akan dilibatkan untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat.
”Dai adalah yang memberikan pencerahan bagi masyarakat. Dengan diadakannya kegiatan ini (dialog, Red), diharapkan memberikan pemahaman kepada mereka yang merupakan juru penerang agama garis depan mengenai ancaman radikalisme dan terorisme ini,” ucap Kepala FKPT Provinsi Kalteng Nurul Edy, Kamis (8/9).
Edy menuturkan, kegiatan itu sebagai salah satu wadah bagi ulama Kotim untuk mendapatkan gambaran persis mengenai ancaman paham radikalisme dan terorisme. Sebab, pada dasarnya, terorisme merupakan penyebab rusaknya keamanan dan kedamaian Indonesia.
Kotimaa, lanjutnya, merupakan daerah yang sangat terbuka, baik dari jalur udara, laut, maupun darat. Selain itu, tingkat kriminalitas juga tergolong tinggi, sehingga kegiatan seperti itu perlu digelar.
”Tapi bukan berarti Kotim rawan terorisme dan paham radikal. Kita tidak mengharapkan seperti itu, karena itu kami memberikan pemahaman sehingga mereka (para tokoh agama) mengetahui secara dini cara pencegahan terorisme,” tegasnya.
Edy mengatakan, di Kalteng sendiri belum ada tempat yang rawan radikalisme atau terorisme. Untuk pencegahan, pihaknya akan terus memantau secara berkelanjutan agar tidak ada masyarakat yang terpengaruh paham-paham berbahaya tersebut.
Wakil Bupati Kotim M Taufiq Mukri mengatakan, kondisi Kotim saat ini masih kondusif. Meski demikian, pemkab akan tetap waspada dan meminta masyarakat tetap berhati-hati terhadap pihak yang ingin membuat suasana di Kotim tidak baik. ”Jangan sampai kejadian yang lalu terulang kembali,” ujarnya.
Taufiq menuturkan, Indonesia merupakan negara yang terlahir atas perbedaan, heterogenitas, dan kemajemukan. Perbedaan itu termasuk mengenai agama. Jika sampai terjadi pertentangan antara ideologi bangsa dengan agama, hal itu bisa saja menyebabkan tindakan radikal yang berujung pada terorisme.
Untuk itulah, peranan dai sebagai penyampai kebenaran juga dapat merupakan jembatan bagi pemerintah untuk menyebarkan paham antiradikalisme dan terorisme. Hal ini untuk mewujudkan kedamaian dan keharmonisan daerah.
”Peran dai sementara ini telah melakukan kerja yang baik. Tetapi semangatnya belum tinggi. Dengan kegiatan ini, semoga dapat meningkatkan kembali gairah para dai untuk memberikan pecerahan bagi masyarakat dalam memelihara keamanan dan ketertiban di Kotim,” katanya.
Sementara itu, dalam kegiatan yang dilaksanakan di aula Hotel Werra Sampit tersebut, ada 158 peserta hadir, terdiri dari dai, khotib, penghulu, tokoh agama, guru sekolah hingga pejabat dan staf pemerintahan Kotim. Ada empat narasumber yang memberi pemaparan, yakni guru besar UIN Makassar Hamdan Jauhanis, akademisi Nusa Institute Saifuddin Zuhri, Kepala Kantor Kemenag Kotim H Syamsudin, dan Ketua MUI Kotim KH Abdul Hadi Ridwan. (sei/ign)