PALANGKA RAYA – Penurunan harga karet yang sudah berlangsung lama di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) berdampak luas. Tak hanya membuat petani menderita, penurunan harga komoditi tersebut juga berpengaruh pada penurunan pembayaran pajak kendaraan bermotor.
Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kalteng Jaya Saputra Silam mengatakan, menurunnya pembayaran pajak kendaraan tersebut sudah pasti berdampak pula pada pemasukan pendapatan asli daerah (PAD). Hal tersebut sangat disesalkan karena terjadi saat pemerintah gencar menaikkan PAD.
”Rendahnya kesadaran masyarakat membayar pajak kendaraan bukan karena tidak mau. Tapi lebih dikarenakan kondisi pereonomian yang cukup sulit. Ya, salah satunya penurunan harga karet yang menjadi salah satu sektor unggulan di Kalteng,” katanya.
Berdasarkan data E-Samsat, jumlah kendaraan bermotor yang teraplikasi atau telah terigistrasi per Oktober sebanyak 1.057.270 unit. Untuk kendaraan yang teregistrasi ulang per Oktober atau mendaftar tahunan sebanyak 338.727 unit.
Jaya mengatakan, penurunan harga karet juga memengaruhi Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB). Penurunan sektor unggulan tersebut membuat penghasilan masyarakat menurun yang berimbas pada turunnya daya beli.
”Berkaitan dengan itu, yang menyebabkan target penyerapan pajak kendaraan bermotor cenderung tidak tercapai. Daya beli itu berkaitan dengan penghasilan. Kalau harga karet turun, penghasilan juga turun,” tuturnya.
Belum maksimalnya pajak kendaraan bermotor akibat masih banyak kendaraan yang menggunakankan pelat luar daerah. Hal tersebut dibuktikan dengan masih banyak showroom kendaraan bekas yang menjual kendaraan dengan pelat non-KH.
”Tidak mungkin izin usahanya dikeluarkan kalau tetap menjual kendaraan non KH. Seharusnya kalau membuka izin usaha di Kalteng, wajib memberikan kontribusi bagi pemasukan bagi daerah. Ini yang harus diperhatikan ke depan,” katanya. (sho/ign)