SAMPIT – Puluhan ibu hamil menderita kekurangan energi kronis (KEK). Akibat KEK, proses kehamilan bisa terganggu dan mengancam kesehatan bayi yang dikandung. Selain kecacatan bayi, juga berpotensi merenggut nyawa sang ibu.
Berdasarkan data Puskesmas Baamang Unit II Sampit, jumlah penderita KEK mencapai 31 orang yang didominasi wanita berusia 20 tahun. Bahkan, ibu muda dengan usia 17 tahun juga ada yang menderita KEK.
”Bayi bisa saja lahir dengan kekurangan dan ibu meninggal dunia saat melahirkan. Namun, selama ini tidak pernah ditemukan. Hanya bayi prematur saja,” kata Kepala Puskesmas Baamang II, Yunita Ristianti ditemui di ruang kerjanya, Selasa (1/11).
Yunita menjelaskan, ibu hamil yang kekurangan energi kronis, yaitu ukuran lingkar lengan atas (lila), di bawah 23,5 cm. Selain itu, berat badan sebelum hamil kurang dari 41 kg, tinggi badan kurang dari 145 centimeter, berat badan ibu pada trimester ketiga kehamilan kurang dari 145 kg, indeks masa tubuh sebelum hamil kurang dari 17, dan ibu menderita anemia alias kurang darah dengan HB di bawah 11 gram.
Risiko penderita KEK, antara lain bayi lahir dengan berat badan rendah, yaitu 2,5 kg. Bayi lahir prematur, ibu bisa keguguran janin, proses persalinan yang sulit, pendarahan post partum, dan kemungkinan operasi cesar.
Faktor KEK, lanjutnya, keadaan sosial dan ekonomi pasien, seperti pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Faktor lain, jarak kehamilan pasien terlalu dekat. Pasien paritas alias banyak anak, kemudian usia bumil kurang dari 20 tahun.
Solusi terbaik adalah konsumi ibu KEK dengan makanan yang banyak mengandung kalori, seperti nasi dan kentang. Mengonsumsi makanan yang mengandung protein. Ibu hamil wajib memenuhi gizi seimbang, serta menjaga energi setelah kehamilan.
”Pasien harus rutin memeriksakan kondisinya di puskesmas dan menambah asupan makanan. Asupan gizi harus dipenuhi sejak dinyatakan positif hamil,” jelasnya.
Sementara itu, pihak Puskesmas juga mengadakan konseling dan memberikan makanan tambahan berupa biskuit dan susu. Penanganan tambahan, yaitu kunjungan langsung ke rumah pasien untuk melihat perkembangannya. (ara/ign)