SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

METROPOLIS

Senin, 17 Juli 2017 15:45
Wali Murid Keberatan Biaya Les, Ini yang Diharapkan
ILUSTRASI.(NET)

SAMPIT Pelaksanaan les atau pelajaran tambahan oleh sekolah masih menjadi polemik. Sebagian wali murid mempersoalkan biaya les yang dipatok dengan tarif tertentu. Hal itu dinilai memberatkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

”Sebenarnya yang jadi masalah bagi kami itu adalah tarif les itu. Semestinya tidak harus diwajibkan dan dipatok besarannya,” ujar Nursoleh, seorang wali murid kepada Radar Sampit, kemarin.

Selain soal biaya, lanjutnya, hal lain yang jadi persoalan adalah adanya perbedaan perlakuan antara murid yang ikut les dengan tidak. Di sisi lain, les saat ini menjadi tren dilaksanakan sekolah. Namun, tidak semua sekolah dan guru mewajibkannya.

Selain itu, dia menambahkan, les tidak hanya ada pada jenjang SD, namun hingga jenjang SMA. Persoalan itu saat ini kerap jadi perbincangan antara sesama wali murid. Namun, tidak berani menyampaikan secara terbuka, apalagi sampai ke dinas teknisnya.

”Kami khawatir nanti kalau kami vokal saat rapat di sekolah atau sejenis menolak itu, dampaknya ke anak kami. Padahal, saya yakin yang keberatan biaya les dengan tarif mahal itu tidak sedikit orangnya,” ujarnya.

Nur menambahkan, kondisi ekonomi saat ini semakin sulit. Kondisi itu berbanding terbalik dengan jargon pendidikan gratis yang selalu digaungkan pemerintahan. Nyaris tak ada yang bebas dari pungutan.

”Kami minta setidaknya soal les ini juga jadi perhatian, karena masyarakat saat ini hidupnya sulit. Kalau mereka yang mampu memang tidak masalah, tapi bagi kami yang kerjanya sebagai buruh ini, harap dipikir,” ujarnya.

Wali murid lainnya, Yuni, meminta agar dinas teknis mengatur pelaksanaan les di Kotim, terutama jenjang pendidikan SD dan SMP. Pemerintah mestinya mengatur soal tarif yang bisa dipungut guru dan dibatasi agar tidak memberatkan orangtua murid.

”Kalau tidak diatur pelaksanaannya, setiap tahun naik terus biayanya. Bisa di atas Rp 200 ribu. Kalau begitu, nanti ujung-ujungnya bisa dilaporkan ke Saber Pungli juga,” katanya.

Sebelumnya, sejumlah guru merespons keluhan orangtua murid terkait les yang disinyalir dijadikan ajang bisnis oleh tenaga pendidik. Mereka menegaskan, praktik itu kemungkinan besar hanya dilakukan segelintir oknum guru. Guru yang berpegang teguh pada tugasnya, tetap memprioritaskan kecerdasan peserta didik.

”Kami nggak pernah mematok dengan harga. Misalnya, dalam sepuluh kali pertemuan, satu orang siswa wajib bayar Rp 200 -250 ribu.  Namun, kami menyesuaikan dengan kemampuan dan seikhlas  mereka saja,” kata Dewi, seorang guru di Kota Sampit, Jumat (14/7) lalu.

Dia menegaskan, tudingan yang muncul akibat keluhan orangtua murid itu, tak semuanya dilakukan guru, hanya ada oknum tertentu. ”Saya yakin guru itu nggak semuanya seperti yang dikatakan, menjadikan les itu bisnis,” katanya.

Dewi mengungkapkan, pihaknya tidak mematok harga karena khawatir hal itu akan jadi masalah oleh Tim Saber Pungli Kotim. ”Sekarang mana berani macam-macam. Kalau berani mematok harga sampai Rp 200 ribu tanpa dasar aturan, bisa ditangkap saber pungli,” katanya. (ang/ign)


BACA JUGA

Rabu, 09 September 2015 00:45

Uji Kebohongan, Tim Hukum Ujang Dukung Uji Forensik

<p>&nbsp;PALANGKA RAYA - Tim Kuasa Hukum Ujang-Jawawi menyatakan penetapan hasil musyawarah…

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers