SAMPIT – PDAM Dharma Tirta Sampit akan menaikkan tarif mulai 1 Agustus tahun ini. Keputusan ini diambil karena harga biaya produksi lebih tinggi daripada harga jual. PDAM pun perlu menyesuaikan biaya operasional akibat naiknya tarif listrik PLN.
Direktur PDAM Dharma Tirta Sampit Firdaus Herman Ranggan mengatakan, biaya operasional tinggi sementara harga jual rendah. Ini membuat PDAM merugi. Meski telah melakukan efisiensi untuk tetap survive, jika tidak melakukan penyesuaian tarif, maka PDAM akan kolaps.
”Pada tahun 2009, harga-harga di luar itu tidak begitu tinggi. Tapi dengan inflasi yang terus naik, harga produksi kita pun jadi lebih tinggi dari harga jual. Biaya produksi kita untuk per meter kubik itu Rp 3.600 dan harga jual Rp 3.100,” jelasnya saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (20/7).
Karena itulah, mereka melakukan penyesuaian tarif. Penyesuaian tarif yang mereka lakukan pun cukup rendah. Kenaikkannya tidak sampai Rp 1.000 per meter kubik. Jika dihitung per liter, kenaikannya hanya sekitar Rp 0,6.
”Ini penting agar PDAM tetap dapat berjalan. Sebab selama beberapa tahun ini PDAM menjual rugi, kalau seperti itu terus bagaimana PDAM bisa meningkatkan pelayanan, kalau menggaji karyawan saja susah? Semoga dengan adanya penyesuaian tarif ini bisa membantu PDAM menjalankan Tupoksinya yaitu memenuhi kebutahan air untuk masyarakat,” katanya.
Penyusaian tarif, kata Firdaus, terdapat perbedaan antara pelanggan rumah tangga, instansi pemerintah, dan perusahaan. Tapi yang jelas rumah tangga dari golongan ekonomi sederhana ke bawah tarifnya lebih rendah. ”Karena itu kita mengusahakan sekecil mungkin agar tidak memberatkan masyarakat, makanya tidak sampai Rp 1 rupiah kenaikannya,” imbuhnya.
Penyesuaian tarif PDAM sendiri saat ini sudah disetujui baik oleh DPRD. Bupati Kotim juga telah mengeluarkan Perbup No. 13 Tahun 2017.
Meski melalukan berbagai efisiensi, PDAM tetap tidak dapat menutupi kerugian. Selain minimnya bantuan investasi dari pemerintah daerah, masyarakat pun banyak yang menunggak pembayaran PDAM.
Untuk itulah, selain penyesuaian tarif, PDAM juga melakukan kenaikan denda terhadap para penunggak. Besarannya yaitu Rp 10 ribu untuk yang menunggak sebulan, Rp 15 ribu untuk yang menunggak dua bulan, dan di atas tiga bulan ke atas akan dikenai denda Rp 25 ribu.
”Yang paling penting kami sampaikan pada masyarakat, bukan penyesuaian tarif, tapi dendanya. Karena ini untuk pembelajaran bagi masyarakat agar semakin disiplin membayar tagihan air. Karena kenaikan denda ini telah diatur oleh perbup juga,” jelasnya.
Selain itu, Firdaus mengatakan, denda ini sekaligus untuk mengedukasi masyarakat. Pada dasarnya, air merupakan hajat hidup orang banyak yang jika tidak ada, maka akan sangat berdampak besar bagi masyarakat.
”Kalau listrik tidak nyala tiga hari, manusia masih hidup, tapi bagaimana dengan kalau tidak ada air? Penyesuaian tarif kita pun tidak begitu tinggi, tidak sampai harga sebatang rokok. Memang tidak menguntungkan kami, tapi setidaknya bisa menghindari kerugian,” terangnya.
Dirinya berharap, masyarakat dapat memahami terjadinya penyesuaian tarif PDAM tersebut sehingga kedepannya jika PDAM tidak lagi merugi, pihaknya bisa mulai meningkatkan pelayanan pada masyarakat.
”Paling tidak agar kita tidak rugi dulu. Memang bagi perusahaan profit itu penting. Tapi pelayanan harus sudah lebih baik dulu, baru kita berbicara profit. Kalau bicara profit tapi pelayanan saja kita tidak maksimal, mau bagaimana?” tandasnya. (sei/yit)