NANGA BULIK – Sampah sedotan plastik bagi sebagian orang tidak dihiraukan bahkan dibiarkan berserakan begitu saja.
Namun bagi nenek Darmawati (54), sampah sedotan bekas minuman ini justru menjadi barang bernilai seni nan cantik dan bermanfaat. Ditangan Darmawati, sedotan disulap menjadi sebuah tikar berwarna-warni.
Nenek warga di Jalan Raden Paru RT 5 Desa Kujan Kecamatan Bulik ini, tinggal bersama anak dan cucunya.
Di waktu luang sembari mengasuh sang cucu, ia membuat anyaman tikar berbahan baku sedotan plastik yang didapatnya dari pedagang jajan di sekolah-sekolah dan yang berserakan di jalan.
Untuk menjadikan satu tikar berukuran 2 x 3 meter, Darmawati memerlukan sedikitnya 2000 batang sedotan. Bahan lain yang digunakan adalah jarum dan lilin sebagai pengganti lem untuk menyambung sedotan plastik.
"Tikar ini belum dijual, hanya dipakai sendiri. Karena membuatnya juga cuma di waktu luang, belum fokus membuat banyak," ucapnya.
Darmawati mengaku sejak remaja dulu ia sudah terbiasa menganyam tikar untuk membantu orang tua. Ketika itu, tikar dan bakul (tas anyaman) sangat dibutuhkan untuk memanen padi atau pun alas menjemur padi.
Dulu, bahan baku membuat tikar adalah tanaman purun yang biasa tumbuh di rawa-rawa, setelah marak perkebunan sawit, banyak rawa mengering berubah jadi lahan sawit dan tanaman purun sulit didapat.
"Menggunakan bahan purun memang mudah menganyamnya, tapi pewarnaannya terbatas dan pengolahannya cukup rumit. Kalau sedotan selain mudah didapat , warnanya juga beragam dan harus disambung," tuturnya.
Selain membuat tikar dari sedotan, ia juga sering mengolah kemasan minuman gelas dan bungkus plastik minuman kopi instan menjadi sebuah tas.
Sebenarnya banyak warga Kujan dan Nanga Bulik yang terampil mengolah limbah plastik seperti ini. Sayangnya hingga kini, pemerintah daerah belum melirik para penyelamat lingkungan yang mampu menciptakan barang seni bernilai ekonomis ini, baik melalui pembinaan maupun bantuan pemasaran. (mex/fm)