MUARA TEWEH – Adanya pedagang nakal di Kota Muara Teweh, yang diduga mengurangi jumlah timbangan (dacing), sehingga berat bersih barang tidak sama dengan yang tercantum pada label dikeluhkan oleh ibu-ibu rumah tangga. Kekurangan timbangan tersebut contohnya pada beras, seperti yang dialami seorang ibu rumah tangga bernama Yuli.
Warga Jalan Wirapraja tersebut pernah mengalami ketika membeli beras kemasan 5 kg dan 10 kg. Setelah ditera ulang di rumah, beratnya beras tersebut hanya 4 kg dan yang seharusnya 10 kg beratnya cuma 9 kg, bahkan ada sampai 8,5 kg.
“Ini sangat merugikan konsumen, karena barang berkurang hingga 1 kg. Tolong instansi terkait jangan hanya tutup mata, segera periksa timbangan-timbangan milik pedagang yang curang,” ujarnya, Kamis (3/8).
Selain itu, warga kota Muara Teweh lainnya, bernama Erna menyoroti dugaan kekurangan takaran pada penjualan bahan bakar minyak (BBM) di tingkat pengeceran, seperti ketika membeli BBM sebanyak dua liter di dalam wadah jeriken.
“Satu jeriken kapasitas dua liter seringkali didapati isinya tidak sampai penuh sesuai kapasitas, karena dikurangi oleh pedagang untuk mencari keuntungan,” kata Erna.
Sehubungan dengan keluhan ini, Anggota DPRD Batara Sunario meminta dinas terkait melindungi konsumen dari kecurangan para pedagang. Termasuk melakukan razia berupa tera ulang atau kalibrasi timbangan milik pedagang sembako dan pengecer BBM.
“Kita tidak mau masyarakat dibodohi atau ditipu oleh segelintir pedagang yang hanya mencari untung, tanpa memikirkan kerugian para pembelinya. Ini jelas tidak sehat di tengah semakin sulitnya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Harga sembako jarang turun. Kalau naik, gampang benar,” kata legislator yang mewakili Dapil IV Batara ini.
Sementara Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Batara, H Hajrannor melalui Sekertaris Dinas Tursia, yang dikonfirmasi wartawan mengaku terkendala dalam hal tera ulang atau kalibrasi timbangan milik pedagang sembako dan pengecer BBM.
“Kita terkendala mengenai peralatan dan SDM untuk melakukan kegiatan tera ulang,” terangnya.
Sebelumnya terkait masalah tera ini merupakan kewenangan dari pemerintah provinsi, namun sekarang sesuai surat dari provinsi penanganan diserahkan ke kabupaten, tetapi untuk pembentukan UPT nya masih belum siap.
Jadi untuk masalah tera ulang ini, sementara belum ada UPT, kita meminta BSML (Balai Standardisasi Metrologi Legal) Banjar Baru.
“Yang menjadi kendala dalam hal ini BSML Banjar Baru menangani regional Kalimantan atau 5 provinsi yang ada di Kalteng, sehingga dalam hal ini perlu menunggu apabila mengusulkan masalah tera ulang ini,” ujarnya.(viv/vin)