SAMPIT – Kalangan DPRD Kotim menyesalkan masih adanya dugaan oknum yang memperjualbelikan ruang pelayanan medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Murjani Sampit. Pihaknya tidak ingin hal itu terus terulang. Jangan sampai pelayanan justru dijadikan ladang bisnis.
”Kalau memang ada oknum yang memperjualbelikan ruangan itu, hal tersebut harus dibenahi. Kita minta dievaluasi, karena semangat pelayanan yang berkeadilan harus kita berikan ke publik,” kata anggota Komisi III DPRD Dadang H Syamsu, Kamis (19/10).
Politikus PAN Kotim ini menegaskan, sejatinya marwah RSUD Murjani untuk pelayanan, bukan berdasarkan kepada keuntungan. Apalagi rumah sakit itu milik pemerintah dan statusnya Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
”Perlu kami sampaikan bahwa rumah sakit pemerintah jangan berpikir profit untuk mencari pemasukan asli daerah, karena pada prinsipnya rumah sakit itu dibangun untuk melayani masyarakat dengan baik. Jadi, kalau orientasinya pada keuntungan dan mengejar target PAD, itu sudah tidak sesuai cita-cita awal,” tegasnya.
Karena alasan itulah, Dadang menuturkan, DPRD tidak menekankan rumah sakit untuk mengejar pendapatan, meski pendapatan itu digunakan untuk kepentingan RSUD sendiri. Pihaknya menyadari, yang dilayani RSUD Murjani merupakan warga dari semua lapisan.
”Makanya, setiap usulan anggaran, seperti proyek multiyears di RSUD Murjani itu selalu didukung, dengan harapan untuk peningkatan pelayanan publik,” tegasnya.
Dadang menuturkan, perhatian anggaran kepada RSUD jangan diciderai dengan ulah oknum yang selalu ingin mengambil keuntungan. Dia berharap internal RSUD bisa menelusuri dugaan adanya oknum yang memperjualbelikan ruangan kepada calon pasien.
Terpisah, aktivis antikorupsi Kotim, Gahara, mendesak siapa pun yang terlibat dugaan membisniskan ruang pelayanan medis harus ditelusuri. Tidak mungkin hal itu dilakukan tanpa ada jaringan. Bahkan, dia mendesak masalah itu jadi perhatian Tim Saber Pungli.
”Ini akan jadi pintu masuk ke Tim Saber Pungli, kalau memang ada oknum yang memperjualbelikan ruangan itu dengan alasan apa pun. Tapi, saya yakin suatu saat kalau memang ada dugaan itu, maka tangkap tangan akan terjadi,” katanya.
Seperti diberitakan, masalah itu berawal dari keluhan seorang pasien, Ari. Awalnya, dia ingin mendapatkan pelayanan kelas I menggunakan BPJS. Namun, saat dikonfirmasi ke petugas, ternyata tidak ada ruangan yang kosong, sehingga ditawarkan ruangan VIP dengan uang muka Rp 4 juta.
Rekan Ari yang punya akses ke pejabat di lingkungan Pemkab Kotim mencoba meminta bantuan. Tidak berselang lama, ruangan itu langsung dinyatakan ada. Pihak rekan Ari sejak awal mencurigai kosongnya ruangan hanya permainan oknum tertentu. (ang/ign)