KASONGAN – Kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Katingan mengkritisi wacana Kementerian Kehutanan (Kemenhut) Republik Indonesia yang bakal membuka keran ekspor kayu bulat/log.
Sekretaris Komisi I DPRD Katingan Yanel mengatakan, rencana Kemenhut RI dengan membuka kembali ekspor kayu bulat tersebut tidaklah tepat dan terkesan membuat suatu kemunduran terhadap sistem yang telah dijalankan selama ini.
"Informasi yang dapat dari berita mengatakan bahwa Kemenhut akan mempertimbangkan kebijakan membuka kembali keran ekspor kayu bulat/log. Jika memang benar, maka saya menilai hal itu menjadi sebuah kemunduran yang harus dikritisi semua pihak," ungkapnya, Rabu (13/12).
Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menilai, kebijakan seperti itu dikhawatirkan bakal membuat prospek nilai tambah kekayaan alam Indonesia bakal hilang.
"Negara kita ini memang kaya akan hasil hutan maupun alamnya, tapi kalau dikeruk terus maka lambat laun akan habis. Kenapa tidak memanfaatkan warisan alam itu di bidang jasa parawisata saja. Kita tetap mendapatkan income tanpa mengorbankan lingkungan," imbuhnya.
Di sisi lain, masyarakat Kalimantan Tengah kesulitan mendapat bahan baku kayu untuk membangun rumah maupun keperluan lainnya. Kebijakan seperti itu hanya akan membuat kesenjangan sosial di tengah-tengah masyarakat yang selama ini hidupnya bergantung dengan hasil hutan.
"Saya merasa miris sekali, kenapa pemerintahan Jokowi-JK sampai seperti ini. Kenapa harus kekayaan sumber daya alam yang melimpah ini harus dijual kepada negara asing tanpa mempertimbangkan nilai tambah yang bisa menyejahterakan rakyat," cetusnya.
Putra asli Desa Tumbang Manggu Kecamatan Sanaman Mantikei mengimbau, seyogianya memikirkan ulang rencana kebijakan tersebut. Menurutnya lebih baik pemerintah pusat menggencarkan pembinaan dan pengembangan industri hilir berbasis bahan baku kayu.
"Benahi persoalan itu dulu, karena sekarang industri hilir berbahan baku kayu cenderung dibiarkan berjuang sendiri tanpa dukungan ataupun kebijakan pendanaan. Jangan sampai menjadi paradoks bahwa Indonesia negara kaya sumber daya alam, tapi rakyat cenderung miskin," pungkasnya. (agg/yit)