KASONGAN - Hasil hutan berupa rotan masih menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Katingan. Kebijakan pemerintah menutup kran ekspor membuat harga tanaman merambat ini anjlok selama belasan tahun terakhir. Imbasnya, seiring waktu kehidupan petani rotan makin melarat.
Bupati Katingan Sakariyas berharap, pemerintah pusat mempertimbangkan kembali kebijakan menutup ekspor rotan asal Indonesia. Ketersediaan rotan di daerahnya cukup melimpah.
"Kalau harga rotan di tingkat petani sudah normal kembali, otomatis masyarakat kita di Katingan akan lebih sejahtera. Sebab potensinya memang luar biasa," ungkapnya, belum lama ini.
Sewaktu masih berjaya, hampir semua masyarakat di daerahnya menggantungkan hidup dari hasil rotan yang tumbuh subur tanpa perlu dirawat.
"Zaman saya masih sekolah dulu, biaya hidup hingga sekolah berasal dari jual rotan saja. Yang bikin aneh, kenapa harga rotan di Cirebon selalu naik, kok di Katingan yang anjlok," imbuhnya.
Dirinya meminta kepada instansi terkait agar dapat memperjuangkan kenaikan harga rotan di tingkat petani sehingga rotan kembali berjaya dan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat.
"Saat ini petani rotan kebanyakan beralih pekerjaan. Berkebun karet juga tidak lagi menjanjikan karena harganya terlalu murah. Sedih hati melihat kondisi masyarakat kita seperti ini," ujarnya.
Mantan petani rotan, Mariadi (64), menjelaskan, Katingan merupakan salah satu sentra penghasil rotan di Provinsi Kalteng. Potensi sangat menjanjikan seiring tingginya permintaan pasar dengan harga yang cukup menggiurkan. Sayang, anjloknya harga rotan awal tahun 2000 silam memaksa para petani mencari sumber penghidupan lain.
"Kehidupan kami dulu cukup sejahtera dengan menjual rotan. Sanggup membeli semua kebutuhan rumah hingga menyekolahkan anak. Kami cukup terpukul karena tiba-tiba harga rotan anjlok di pasaran. Saat ini rotan dihargai sangat murah, bahkan permintaan rotan dalam negeri juga ikut lesu," tukasnya.
Menurut Mariadi, tingginya potensi rotan di Katingan seharusnya bisa menyejahterakan masyarakat apabila dibarengi dengan kebijakan yang pro terhadap usaha kerakyatan.
"Tapi juga harus didukung dengan harga yang cocok dan pangsa pasar yang menjanjikan. Tidak seperti saat ini, ekonomi kita malah makin melarat," cetusnya.
Ketua Lembaga Kalaborasi Peduli Pengusaha Rotan Ramah Lingkungan (LKPPRRL) Kalteng Sarwepin mengatakan, pihaknya bakal berupaya semaksimal mungkin untuk mengembalikan kejayaan rotan.
"Kenapa rotan dikatakan ramah lingkungan, sebab rotan mempunyai nilai ekologis, ekonomis, sosial, dan budaya. Di Kalimantan, rotan dibiarkan hidup subur tanpa perlu pupuk apalagi pestisida. Kebijakan tutup ekspor rotan juga dirasakan petani rotan se-Indonesia, terutama Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi," sebutnya.
Lembaga ini merupakan kalaborasi dari berbagai dinas/instansi untuk bersatu memfasilitasi dan menggiatkan kembali budidaya dan ekonomi rotan. Fungsinya melakukan penjajakan sekaligus komunikasi bisnis dengan pihak industri terkait.
"Rotan merupakan salah satu tamanan ramah lingkungan dan mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi di luar negeri. Sebab kebanyakan orang Eropa lebih menyenangi furniture atau kerajinan tangan yang berbahan dasar alam, contohnya rotan," kata dia. (agg/yit)