PANGKALAN BANTENG – Kesulitan air bersih di sejumlah desa di kecamatan Pangkalan Banteng kian tak terabaikan lantaran pihak terkait sibuk menangani kebakaran lahan. Untuk mendapatkan air bersih, warga harus antre berjam-jam. Selain air yang didapat sedikit, kualitas air juga menurun.
Warga Amin Jaya, Rudi, harus lebih sabar mengantre untuk mengabil air di salah satu lokasi mata air di desa tersebut. ”Air sudah sangat berkurang, tapi yang ngambil makin banyak. Sehari hanya mampu ambil satu kali. Itupun hanya tiga jeriken,” katanya.
Tak hanya itu, hujan yang belum turun sejak satu bulan lalu juga ikut mematikan mata air di desanya. ”Sudah tidak ada hujan lagi, mata air mulai mampet,” keluhnya.
Warga lain, Setyo Rini, kini harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli air bersih. Untuk tiap tangki miliknya yang berisi 1000 liter, harus menebus Rp 200 ribu. ”Satu profil tank itu bayar Rp 200 ribu,” katanya.
Meski sulit mendapatkan air bersih, warga ternyata masih enggan mengambil air di unit pengolah air bersih milik PDAM yang berada di Desa Sungai Hijau. Kondisi air yang berasa sedikit asin menjadi alasan penolakan warga.
”Kita serba salah, warga enggan mengambil air di PDAM karena airnya yang dihasilkan payau (asin). Beda dengan kondisi air pada tahun yang lalu,” ungkap Sahlan, Sekretaris Desa Amin Jaya.
Sementara itu, Direktur PDAM Tirta Arut Sapriansyah ketika dikonfirmasi membenarkan hal tersebut. Air hasil pengolahan PDAM di Unit Pangkalan Banteng memang sedikit payau.
”Sudah cukup maksimal, dan kondisi airnya kali ini memang jauh berbeda dari tahun lalu. Bisa jadi karena kemarau tahun ini lebih parah jika dibandingkan tahun 2014 kemarin sehingga air laut lebih dominan,” ungkapnya.
Namun secara umum, kualitas air yang dihasilkan masih cukup baik untuk digunakan sebagai kebutuhan sehari-hari seperti mandi, cuci, dan sebagainya.
”Untuk tingkat kejernihan masih sangat baik, dan masih cukup aman untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi dan mencuci,” jelasanya. (sla/yit)