PANGKALAN BUN – Persidangan kasus pemalsuan dokumen dan penyerobotan lahan milik Brata Ruswanda di Jalan Padat Karya, Gang Rambutan, Kelurahan Baru Kecamatan Arut Selatan, yang menjerat 4 pejabat Aparatur Sipir Negara (ASN) Pemkab Kobar, berlanjut Senin (5/3) kemarin. Lahan itu bersengketa setelah digunakan untuk demplot pertanian.
Agenda sidang yang digelar di ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Bun kemarin, pembacaan pembelaan.
Usai persidangan, perwakilan keluarga ahli waris Brata Ruswanda, Kuncoro menyampaikan, pihaknya percaya kepada majelis hakim berdasarkan bukti, fakta dan kebenaran, dengan pasti memutuskan berdasarkan kebenaran tersebut.
“Saya percaya bahwa hakim bertindak seadil-adilnya demi tegaknya keadilan dan kebenaran,” ungkapnya.
Kuncoro mengatakan, selama ia mengikuti jalannya persidangan, menurutnya dari semua saksi yang hadir sudah sangat terang benderang, bahwa terdakwa tidak dapat menunjukkan satu bukti kepemilikan tanah tersebut, dan hanya berdasarkan foto copy SK gubernur.
”Saksi yang terakhir dari BPN Provinsi Kalteng pada saat memberikan kesaksian, terang-terangan menyatakan bahwa SK gubernur tahun 1974 tidak pernah ada. Tidak pernah teregister, tidak pernah terdaftar, itu jelas sekali, bagaimana bisa mereka menguasai aset dengan surat yang tidak pernah ada,” paparnya.
Dilanjutkan Kuncoro, pada tahun 2013 aplikasi simbada ditulis pembelian Rp 7,9 miliar, dengan diakui SK gubernur tahun 1974, kemudian setelah sekian tahun tiba-tiba muncul pembelian dengan nilai tersebut. ”Jadi semua saya percayakan kepada Yang Mulia Hakim, bahwa akan memutuskan berdasarkan bukti fakta kebenaran yang ada, fakta di persidangan tidak bisa dipungkiri,” tuturnya.
Sementara itu, penasehat hukum terdakwa Rahmadi G Lentam menyampaikan, jika ada indikasi terjadinya tindak pidana, maka pelakunya bukan para 4 terdakwa tersebut, akan tetapi ada orang atau oknum tertentu yang melakukan kejahatan.
”Babak selanjutnya mari kita tunggu. Insha Allah selesai keputusan, sesuai janji kita kemarin dan saya sudah kontak sekretariat negara. Dari hasil ini kita membuat petisi kepada Presiden, Kapolri, Jaksa Agung, Komnasham, dan DPR RI agar melakukan perlindungan hukum yang maksimal terhadap para ASN yang melaksanakan tugas jabatan,” imbuhnya.
Menurut Rahmadi, ASN yang jadi terdakwa dalam sidang ini, bertugas menyangkut pencatatan barang milik negara atau daerah. Terkecuali lanjutnya, jika ASN bersangkutan betul-betul melakukan penggelapan secara nyata barang milik negara dan milik daerah.
Atau terang Rahmadi, ada perkara lain, ASN bersangkutan melakukan tindak pidana korupsi, yang secara faktual sudah bisa dibuktikan kerugian keuangan negaranya.
”Sepanjang tidak, ini yang kita minta pemerintah memerhatikan sungguh-sungguh serius, karena nantinya efek dari perkara ini hampir semua pengurus barang di Kabupaten Kobar itu tidak sanggup. Karena siapa tahu suatu saat dijadikan tersangka walau pun melaksanakan tugas secara benar,” terangnya.
Rahmadi menambahkan, semua surat bukti yang berkaitan dengan tanah sengketa yang sudah dalam putusan Mahkamah Agung menolak semua semua gugatan ahli waris Brata Ruswanda, sehingga sebetulnya persoalan kepemilikan tanah sudah selesai.
“Seandainya ini memang terbukti milik pemerintah sekalipun, apabila 4 terdakwa ada menjual, menggadaikan, maka saya katakan terbukti, walau pun itu bukan milik Brata Ruswanda, karena dalam delik penggelapan harus dipisahkan,” ulasnya.
Rahmadi juga menegaskan, perkara ini selesai, harus diungkapkan sungguh-sungguh siapa pelaku kejahatan yang nyaris sempurna merampas tanah negara ini. ”Saya optimis bebas murni, sesuai fakta persidangan. Insha Allah terdakwa bebas murni,”cetusnya.
Terpisah, ssai persidangan, pihak NGO Pemerhati Peradilan Indonesia, melalui Presiden Jaringan Pemberantasan Korupsi (JPK), Dr Ery Setyanegara turut menilai kasus ini. Menurutnya nilai kebenaran tidak bisa dipungkiri melihat dari fakta persidangan, dalam hal ini Polda Kalimantan Tengah (Kalteng) tidak gegabah untuk menetapkan beberapa orang sebagai tersangka.
”Dari hasil penelitian sudah dapat dilihat dalam fakta persidangan, bukti materil adalah peran siapa menggunakan apa, jadi hukum pidana ini melihat perannya apa sebagai apa,” ujarnya, Senin (5/3) di PN Pangkalan Bun.
Ery meneruskan, ia melihat dalam persidangan tersebut ada dua pidana umum dan khusus. Menurutnya pidana umum bisa dijerat dengan pasal lainnya. “Kita tidak mengintervensi, majelis hakim bisa lebih jeli melihat dan Jaksa Penuntut Umum bisa obyektif melihat peran siapa dan tentang perilakunya terhadap tindak pidana ini,” terangnya.
Ery menambahkan, dua esensi bisa dimulai kembali dibuka atau perintah hakim yang baru, mengenai penggelapan dokumen dengan berkas otentik, yang bahkan mengarah ketindak pidana korupsi.
”Karena kita mensinyalir ada dugaan kuat bahwa ini ada persekongkolan (permainan) kejahatan di dalam SK gubernur. Ada pengadaan barang dan jasa yang menyangkut uang negara yang disalahgunakan peruntukan. Ada unsur Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN) yang harus digali,” pungkasnya.(jok/gus)