PALANGKA RAYA - Aksi Aliansi Gerakan Rakyat Kalimantan Tengah peduli Demokrasi menolak perubahan ke dua UU No 17 tahun 2014 terus Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) terus berlanjut.
Mereka yang terdiri dari PMKRI, GMKI, GMNI, PMII, KMHDI, FMN,SAPMA PP, BEM UPR, BEM FKIP UPR kembali menggelar pernyataan sikap dan menggelar aksi damai di depan kantor DPRD Kalteng, Rabu (14/3).Mereka tetap menilai bahwa aturan tersebut sangat tidak berpihak kepada masyarakat serta melawan arus konstitusi serta kedaulatan rakyat dan menodai sistem Demokrasi yang berlaku di Indonesia.
Dalam aksi itu beberapa pernyataan dilontarkan. Pertama menolak hasil sidang Dewan Perwakilan Rakyat tanggal 12 Februari 2019 tentang Pengesahan Perubahan Ke dua (II) Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dewan Perwakilan Daerah (MD3).
Kedua, menuntut Pemerintah Pusat (Eksekutif dan Legislatif) untuk mencabut Pengesahan Perubahan Ke dua (II) Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MD3 yang disahkan pada tanggal 12 Februari 2018 tersebut.
Ketiga, menuntut Pemerintah (Eksekutif dan Legislatif) untuk secara bijaksana dalam merumuskan dan menetapkan segala peraturan baik itu ditingkat pusat ataupun daerah dengan selalu mengedepankan kepentingan seluruh Masyarakat banyak.
Keempat, menuntut Pemerintah Daerah (Eksekutif dan Legislatif) Kalimanta Tengah bersama Aliansi Rakyat Kalimantan Tengah Peduli Demokrasi untuk bersama-sama mengeluarkan pernyataan sikap menolak Perubahan Ke dua (II) Undang-Undang N0. 17 Tahun 2014 Tentang MD3.
Aksi itu pun mendapat pengawalan ketat langsung dari puluhan personel Polres Palangka Raya dan langsung dipimpin Kapolres AKBP Timbul R K Siregar. Dalam aksi itu tidak ada pembakaran ban maupun bentrokan. Usai menyampaikan pernyataan dan beberapa anggota DPRD menyatakan kesetujuanya menolak MD3 dan seluruh peserta aksi membubarkan diri.
Juru bicara aksi, Andrew menyatakan bilamana MD3 tetap dipertahankan maka akan ada aksi lanjutan dan lebih besar dalam penolakan aturan tersebut. Pihaknya menolak hal itu karena sudah melakukan pengkajian lebih dari satu bulan sehingga aksi penolakan dilakukan.
“Banyak ruginya aturan MD3 itu dan hari ini aksi itu dilakukan, alhamdulilah diterima oleh anggota DPRD Kalteng dan bisa disampaikan ke DPR pusat bahwa Kalteng menolak dengan tegas MD3 itu,” ujarnya.
Kata dia, saat ini pihaknya masih melihat perkembangan usai aksi dan pernyataan sikap itu diterima, bilamana tidak maka gerakan lebih besar akan dilakukan kembali.
”Kami niat juga untuk meminta semua pihak agar menolak MD3 itu. Pokoknya kami akan berjuang terus untuk menolak hal itu.Intinya jangan merugikan masyarakat dan aksi ini terus dilakukan hingga MD3 dicabut,” pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi A DPRD Kalteng, Fahrudin mengatakan pihaknya memang manyatakan sikap untuk menolak MD3, walaupun hari ini merupakan hari terakhir apakah presiden menandatangani atau tidak, jika tidak maka secara sah langsung menjadi undang-undang. Namun tetap ada jalan perlawanan yakni melalui judikal review ke Mahkamah Konstitusi.
”Intinya saya menolak MD3 dan ini diteruskan ke pimpinan pusat dan kami menolak karena dengan MD3 maka demokrasi jadi tertutup,” pungkasnya. (daq/vin)