PANGKALAN BUN - Dinas Kesehatan Kobar meminta masyarakat tidak khawatir berlebihan merespon beredarnya dugaan penelitian di luar negeri mengenai adanya kandungan mikroplastik, pada Air Mineral Dalam Kemasan (AMDK). Kepala Dinas Kesehatan Kobar, Dwi Ratna mengatakan, berita yang masif beredar itu masih harus dilakukan verifikasi atas kebenaran investigasi tersebut.
”Memang berita sudah banyak beredar di TV. Tapi masyarakat Kobar tidak perlu panik. Karena hasil investigasi itu perlu dikaji lebih mendalam,”terangnya, Senin (19/3) kemarin.
Ratna menjelaskan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan-Republik Indonesia (BPOM-RI) telah mengeluarkan imbauan agar masyarakat (konsumen) tetap tenang, karena keamanan, mutu dan gizi produk air minum dalam kemasan yang beredar di Indonesia sudah diatur dan wajib memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar ini lanjutnya, sejalan dengan standar internasional yang ditetapkan dalam Codex. Selain itu, BPOM RI terus melakukan pengawasan pre-market dan post-market terhadap keamanan, mutu, dan gizi produk pangan sesuai dengan standar yang berlaku.
”Pernyataan BPOM itu mengakhiri kekhawatiran dan kontroversi dampak penelitian tentang adanya mikroplastik (serpihan plastik dalam ukuran mikroskopik) yang ditemukan dalam jumlah kecil pada air minum dalam kemasan,”imbuhnya.
Sebagaimana diketahui, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) akhirnya buka suara atas kontroversi penelitian tentang mikroplastik yang ditemukan di beberapa kemasan air mineral ternama di dunia, termasuk pada dua merk terkenal yang beredar luas di masyarakat.
”Kami bisa memastikan AMDK yang beredar di Indonesia telah memenuhi standar yang berlaku secara internasional dan Standar Nasional Indonesia (SNI). BPOM selalu melakukan pengawasan sesuai standar-standar yang telah ditetapkan dengan melakukan pengkajian dan pengawasan sebelum diedarkan dan saat diedarkan. Produk yang tidak memenuhi SNI akan kami lakukan tindakan,” papar Kepala BPOM, Penny Kusumastuti Lukito, melalui pernyataan tertulisnya yang diterima Radar Pangkalan Bun, Senin (19/3).
Lebih lanjut dijelaskannya, belum ada studi ilmiah yang membuktikan bahaya mikroplastik bagi tubuh manusia. The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) selaku lembaga pengkaji risiko untuk keamanan pangan di bawah FAO-WHO pun, belum mengevaluasi toksisitas plastik dan komponennya. Sehingga sampai saat ini belum ditetapkan batas aman untuk mikroplastik. Dan Codex, sebagai badan standar pangan dunia di bawah FAO-WHO belum mengatur ketentuan tentang mikroplastik pada pangan.
”Kami masih menunggu kajian dari lembaga Internasional seperti EFSA, US-EPA yang saat ini sedang mengembangkan pengkajian termasuk metode analisis untuk melakukan penelitian toksikologi terhadap kesehatan manusia. Hasilnya belum ada studi ilmiah yang membuktikan bahaya mikroplastik bagi tubuh manusia. Ini adalah penelitian awal,” terang Penny.
Namun demikian ditegaskannya, BPOM RI akan terus memantau isu mikroplastik dan berkoordinasi dengan lintas keahlian, akademisi, kementerian dan lembaga terkait serta asosiasi, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Selain itu, Penny juga mengingatkan agar konsumen untuk jeli memilih produk, baik AMDK, makanan, kosmetik atau bahkan obat-obatan dengan memperhatikan kemasan, label, dan tanggal kedaluwarsa.
”Dalam hal memilih, belilah AMDK yang diedarkan di ritel yang terpercaya. Selanjutnya hati-hati dalam memilih kemasan, perhatikan label yang tertera, izin edar dan tanggal kedaluwarsa. Dan tentunya, pastikan bahwa produk yang dibeli merupakan produk ber-SNI,” pungkasnya. (sla/gus)