KASONGAN – Ikan lopis atau yang lebih akrab dikenal sebagai ikan pipih mulai sulit ditemukan di Sungai Katingan. Ada beberapa faktor yang memengaruhi, seperti tidak terkontrolnya aktivitas penangkapan ikan hingga buruknya kualitas air sungai.
Hendi Susanto, warga Kelurahan Kasongan Lama mengatakan, seiring berjalannya waktu, keberadaan ikan pipih di Sungai Katingan, khususnya wilayah Kasongan mulai sulit ditemukan. Padahal, saat ini permintaan pasar cukup tinggi, terutama untuk diolah menjadi kerupuk amplang maupun lauk makanan lainnya.
”Apalagi saat puasa seperti ini. Harganya bisa tembus Rp 50 ribu per kilogram. Walaupun seharian kita mancing di sungai, belum tentu dapat ikan pipih. Sekarang memang sulit sekali didapat," ungkapnya, Jumat (18/5).
Menurutnya, populasi ikan pipih saat ini telah berkurang drastis. Bahkan, regenerasinya terancam dengan tingginya aktivitas tangkap ikan yang tidak terkontrol, seperti racun, dan setrum. Padahal, sewindu lalu ikan yang tegolong Notopteridae atau berpunggung pisau itu cukup mudah didapat dengan bermodal pancing.
”Kalau dulu ikannya masih banyak, besar-besar lagi. Biasanya, ikan pipih dibuat menjadi makanan ampal atau kerupuk pipih. Kalau pun ada yang jual di Kasongan, ikan pipih itu biasanya dibawa dari daerah hilir," imbuhnya.
Hendi Susanto menduga, maraknya aktivitas pencemaran lingkungan sungai beberapa tahun terakhir menjadi penyebab langkanya ikan pipih. Padahal, ikan tersebut cukup digemari masyarakat Katingan karena memiliki cita rasa yang khas.
”Sekarang Sungai Katingan sudah tercemar cukup parah, baik oleh sampah, racun ikan, lumpur hingga logam berat akibat pertambangan emas di sungai. Kalau pencemaran itu tidak segera ditanggulangi, beberapa tahun lagi ikan pipih di Katingan akan punah," ujarnya.
Sebab, ikan predator yang dapat tumbuh hingga panjang satu meter ini hanya dapat hidup di habitat yang mendukung. Contohnya, di wilayah hilir atau selatan yang dikenal sebagai lumbung ikan Katingan. Ikan-ikan di sana memiliki kesempatan hidup yang lebih panjang untuk dapat bergenerasi.
”Karena mulai wilayah Kamipang hingga Mendawai memiliki banyak anak sungai dan danau alami yang belum terjamah manusia. Nelayan ikan di sana bijak dalam menangkap ikan. Jadi, tidak boleh menyetrum, meracun, apalagi menangkap ikan yang masih anakan. Hal itu sebagai upaya untuk menjaga populasinya ke depan," tandasnya. (agg/ign)