SAMPIT – Keinginan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kotim untuk menambah armada angkutan sampah bukan tanpa alasan. Sebab, dari 15 armada yang ada, 11 armada sudah uzur.
”Ada 11 unit truk angkutan sampah yang usianya sudah tua. Empat unit yang baru,” ujar Kepala DLH Kabupaten Kotim H Sanggul L Gaol kepada Radar Sampit di ruang kerjanya, Senin (25/6).
Empat unit truk yang baru merupakan bantuan pada 2017. Sedangkan 11 unit truk merupakan pengadaan sejak tahun 2002. Meskipun sudah uzur, DLH tetap mengoperasikan armada tersebut. Terkadang truk harus masuk keluar masuk bengkel. Rencananya tahun ini diusulkan empat unit lagi supaya bisa menggantikan armada yang sudah uzur.
Lebih jauh Sanggul mengeluhkan gaji petugas angkutan sampah. Pasukan kuning hanya menerima gaji di bawah upah minimum kabupaten (UMK), yakni hanya Rp1,9 juta per bulan.
“Tugasnya sangat berat. Selain mengangkut sampah dari tempat pembuangan sementara (TPS) juga langsung mengangkutnya ke dump truk. Sedangkan gaji mereka di bawah UMK dan risiko pekerjaan juga tinggi,” kata Sanggul.
Selama satu hari, petugas angkutan sampah memuat sampah ke dump truk minimal delapan kubik. Pengantaran sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA) sedikitnya dua kali per hari.
”Jadi, kami usulkan agar kesejahteraan tenaga kontrak petugas angkutan sampah itu ditambah karena tugas mereka jauh lebih berat dibanding dengan petugas kebersihan lain seperti penyapu sampah di jalan raya,” ujarnya.
Berdasarkan Pergub Kalteng No 40 Tahun 2017 tentang UMK dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) di Kalteng Tahun 2018, UMK di Kotim sebesar 2.552.347.
Sanggul Lumban Gaol juga mengajukan kepada Bupati Kotim untuk lebih memperhatikan kesejahteraan petugas angkut sampah.
“Berbicara mengenai gaji petugas angkut sampah saya sebenarnya cukup prihatin, saya sudah sampaikan itu kepada Bupati Kotim, bahwa petugas angkut sampah itu memiliki risiko yang tinggi, diantaranya penyakit karena mereka selalu dihadapkan pada berbagai macam kotoran dan bakteri yang kemungkinan bisa mempengaruhi kesehatannya,” kata Sanggul, Senin (25/6).
Seharusnya gaji mereka lebih tinggi daripada tenaga kontrak yang lain. Gaji petugas angkut sampah sebesar RP. 1.950.000. “Alhamdulillah tahun ini, kami bisa meningkatkan gaji mereka Rp 300 ribu,” ungkap Sanggul.
Dia berharap gaji petugas angkut sampah bisa ditambah satu juta rupiah. Sebab, mereka bekerja tanpa libur, meski tanggal merah. Libur hanya ditentukan secara bergiliran.
“Satu armada truk itu ada tujuh orang, jadi mereka itu libur bergiliran, yang ngatur libur itu sopirnya yang jadi komandannya. Yang terpenting sudah disepakati bersama,” ujar Sanggul.
Mengenai petugas angkut sampah yang bekerja tidak sesuai aturan, dirinya juga mengambilkan tindak tegas. “Saya tidak terlalu banyak toleransi untuk orang yang tidak ada niat untuk bekerja. Kalau orang saya panggil dibina mau nurut yaa silahkan lanjut kerja. Tetapi jika ada yang bangkang ya sudah kita pecat,” tegasnya.
Sanggul mengaku sudah memberhentikan dua orang petugas angkut sampah karena tidak niat bekerja. ”Kami suruh memilih, mau tetap lanjut bekerja atau berhenti. Karena di luar sana, masih banyak orang yang susah mencari kerjaan,” tandasnya.
Ashari, salah seorang petugas angkut sampah menuturkan, gaji petugas angkut Rp 2.000.000-an. Karena dipotong dengan biaya jaminan sosial, dirinya menerima gaji bersih Rp 1.957.000.
”Tetapi kalau supir beda Rp 100 ribu, dan kami juga sudah menerima bonus selama kami bekerja pada bulan puasa dan juga Lebaran sebanyak Rp 1.500.000 untuk jatah 5 bulan,” kata Ashari di sela-sela mengangkut sampah,Senin (25/6).
Ashari juga menyampaikan terkait dengan kinerja angkut sampah yang menurun sejak Ramadan hingga Lebaran. “Saya menyadari itu memang benar kinerja kami saat itu menurun, dan apa yang disampaikan Pak Sanggul (Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kotim) benar adanya,” ucap Ashari.
Sementara itu, Hanil yang juga petugas angkut sampah, mengatakan bahwa dirinya bekerja tanpa libur. Pada hari Minggu tetap masuk, dan selama bulan Ramadan tetap mengangkut sampah.
”Bahkan hari raya Idul Fitri maupun hari raya besar lainnya kami tetap bekerja, cobalah pemerintah mengerti semua orang juga tahu bahwa bekerja menjadi pengakut sampah adalah kerjaan yang berisiko,” ujar Hanil saat ditemui beberapa waktu lalu, Senin, (25/6).
Hanil mengaku bekerja menjadi petugas angkut sampah sudah belasan tahun dan tetap bertahan hingga sekarang. Dia menginginkan agar pemerintah bisa menaikan gaji para petugas angkut sampah, karena kehidupan sekarang segalanya perlu uang.
“Apa-apa sekarang mahal, belum menyekolahkan anak, belum lagi kebutuhan anak istri, saya hanya mengharap kerja menjadi petugas angkut. Kadang-kadang saya menyambilan mengumpulkan botol-botol plastik untuk dijual sebagai penambah penghasilan,” ujarnya. (rm-87/fin/yit)