Minimnya infrastruktur pendidikan di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), masih mudah dijumpai. Seperti di SDN 1 Desa Baninan Kecamatan Cempaga, yang hingga kini tidak memiliki water closet (WC), baik untuk murid dan guru.
ARIFIN, Sampit
Sejak 2006, para murid bisa dikatakan kesulitan untuk buang hajat besar dan kecil. Hal itu juga berlaku bagi para tenaga pendidik di sekolah tersebut. Namun, bagi para tenaga pendidik, kadang masih bisa mengandalkan wc milik tetangga. Sedangkan para murid banyak yang terpaksa pergi ke pinggir sungai dan terkadang di sembarang tempat.
Lokasi SDN 1 Baninan berada di kilometer 83 Jalan Tjilik Riwut. Posisinya tidak berada di dekat jalan besar melainkan di atas bukit. Hal itulah memudahkan para murid untuk buang hajat di sembarang tempat.
“Kalau guru masih mendingan, mereka masih bisa menggunakan wc punya warga yang ada d isekitar sekolah. Yang jadi perhatian serius kami itu, para murid. Mereka kadang-kadang buang hajat ke sungai dan ada juga di sembarang tempat,” ucap Kepala SDN 1 Baninan, Genefo saat dibincangi Radar Sampit, Sabtu (14/7).
Rasa prihatin akan anak didiknya, pihak sekolah sudah berupaya untuk mengusulkan kepada pemerintah daerah melalui musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) baik tingkat desa mau pun kecamatan. Namun, musrenbang itu dinilai hanya sebatas formalitas karena setiap usulan tidak pernah direspon dengan baik, sejak 2006 hingga 2018.
SDN 1 Baninan tidak hanya sebatas bermohon kepada pemerintah daerah agar membangunkan wc, baik untuk murid maupun guru. Sekolahan ini juga tidak memiliki pagar, sehingga dianggap rawan menjadi sasaran pencurian.
“Jumlah murid kami hanya 106 orang dan guru hanya 6 orang termasuk saya (kepala sekolah,Red). Ruangan belajar juga ada 6 kelas termasuk ruangan untuk guru dan kepala sekolah,” kata Ganefo.
Sementara itu, Kepala UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Cempaga Tado Laksamana membenarkan bahwa SDN 1 Baninan benar-benar memerlukan bangunan wc baik untuk murid dan guru. “Benar, sekolah itu tidak ada wc dan pagar. Untuk wc itu tidak ada dari sekitar 2006,” ungkapnya.
Terkait usulan, lanjut Tado, sudah sering disampaikan melalui musrenbang. Bahkan, usulan tidak hanya untuk wc, tapi juga termasuk pagar sekolah, serta keramik ruangan belajar murid dan guru.
“Bangunannya berbentuk semi permanen. Mereka juga mengusulkan pagar dan keramik. Kami berharap usulan itu direspon dengan baik demi pemerataan sarana dan prasarana pendidikan yang tertuang dalam delapan standar pendidikan,” pungkasnya. (***/gus)