SAMPIT- Puluhan personel tim gabungan dari Polri, TNI, PMI, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kotim, serta masyarakat, berupaya memadamkan kebakaran lahan gambut di lokasi tersebut. Petugas yang turun sempat kesulitan memadamkan lantaran minimnya sumber air di sekitar tempat kejadian.
Plt Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Kotim Rihel menuturkan, pihaknya mengerahkan dua unit mobil damkar. Personelnya langsung ke lapangan begitu mendapat laporan api merembet ke permukiman.
Kabag Ops Polres Kotim, AKP Boni Ariefianto mengatakan, pihaknya terjun ke lokasi setelah mendapat laporan masyarakat. Saat pemadaman lahan seluas dua hektare tersebut, pihaknya terkendala karena kurangnya peralatan hingga sumber air yang terbatas. Upaya pemadaman berlangsung sekitar dua jam.
”Terutama medan. Karena kurangnya sumber air di TKP, kami sulit memadamkan api. Namun, dengan adanya upaya dan semangat kawan-kawan, api mulai padam sedikit demi sedikit. Selain kami, ada petugas lainnya yang ikut membantu,” tutur Boni.
Boni menegaskan, pihaknya akan melakukan menyelidiki kebakaran tersebut. Apabila ada unsur kesengajaan, pelakunya akan ditindak tegas.
Dia mengimbau masyarakat Kotim, khususnya di Kota Sampit, agar tak membuka lahan dengan cara dibakar. Sebab, kebakaran lahan atau hutan, akan berdampak negatif. Misalnya, menimbulkan polusi udara yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit, seperti gangguan pernapasan.
”Setidaknya, jika ingin membersihkan atau membuka lahan, cukup dibersihkan dengan cara disabit. Peristiwa ini jadi pelajaran bahwa kebakaran mempersulit dan menyusahkan masyarakat. Kami berharap masyarakat betul-betul sadar untuk tidak membakar lahan dan hutan saat mengolah atau mengelola lahan,” tegasnya.
Larangan membakar diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 69 Ayat 1 Huruf H. Pasal itu menegaskan, setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.
Sanksi pelanggarannya diatur dalam Pasal 108, yakni dipidana dengan penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama sepuluh tahun serta denda minimal Rp 3 miliar dan maksimal Rp 10 miliar.
Regulasi itu juga mengatur kearifan lokal dalam membuka lahan, yakni pada Pasal 69 ayat (2), larangan membakar lahan memperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing.
Kearifan lokal yang dimaksud adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal dua hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi sekat bakar. Sekat itu sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.
Secara terpisah, upaya meminimalisasi karhutla di Kecamatan Mentaya Hilir Utara yang masuk kategori rawan, Polsek Sungai Sampit memasang spanduk larangan agar masyarakat tidak membuka lahan dengan cara dibakar.
Melalui spanduk tersebut, Polsek Sungai Sampit sudah mewanti-wanti serta mengingatkan warga di Kecamatan MHU agar yang bertani di kebun maupun di lahan pribadi hendaknya jangan sampai melakukan pembakaran. Sebab, sanksi tegas siap menanti.
Kapolsek Sungai Sampit Ipda Muhammad Affandi mengatakan, pihaknya akan menindak tegas apabila ada warga yang nekat membakar lahan maupun kebun.
”Kami hanya mengingatkan. Salah satunya melalui spanduk peringatan agar jadi perhatian warga masyarakat Kecamatan MHU. Taatilah aturan tersebut supaya tidak dikenakan sanksi tegas,” ujarnya.
Spanduk dipasang di tempat strategis yang mudah terlihat masyarakat, yakni sekitar Menteng Jaya Sawit Persada (MJSP) dan Desa Bagendang Permai. Kemudian di jalan poros trans berlokasi di perempatan Desa Bagendang Hulu.
Selain itu, pihaknya juga mengimbau kepada seluruh desa yang tersebar di Kecamatan MHU, untuk ikut membuat spanduk peringatan. Sebab, tanggung jawab untuk menjaga lingkungan dari kebakaran hutan dan lahan merupakan tanggung jawab bersama.
”Kepada seluruh desa, kami harapkan buatlah spanduk peringatan di wilayahnya masing-masing,” tandas Affandi. (sir/mir/fin/ign)