SAMPIT – Pemerintah mengeluarkan biaya besar untuk operasional helikopter pengebom air, yakni Rp 25 juta per hari. Anggaran itu diambil dari Dana Bagi Hasil (DBH) untuk membiayai kontrak helikopter selama enam bulan.
”Pemerintah provinsi menganggarkan dana Rp 25 juta per hari untuk menyewa helikopter. Itu masuk ke dalam kontrak selama enam bulan. Pilotnya juga didatangkan dari Rusia,” kata Kepala Bidang (Kabid) Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kotim Punding, Senin (13/8).
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Rihel mengatakan, besaran biaya tersebut juga termasuk uang konsumsi untuk anggota posko. Namun, Rihel tak mengetahui biaya yang telah dihabiskan sejak 16 Juli, sejak posko pertama kali didirikan.
”Kalau untuk makan, memang diambil dari anggaran dana dari DBH itu. semua dari BPBD dan BNPB. Pemkab Kotim dan Pemprov Kalteng yang mendanai,” katanya.
Dalam sepekan kemarin, data terakhir dari petugas pemetaan Karhutla, titik panas bertambah menjadi 34 lokasi. Tertinggi yang terpantau masih berada di Kotim, disusul Kabupaten Sukamara, Katingan, Barito Selatan, Lamandau, Kapuas, Pulang Pisau, dan Seruyan.
Dari semua lokasi, titik api terbesar masih di Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, Kotim. Pemadaman sulit dilakukan lantaran lahan yang etrbakar berupa lahan gambut kering, dengan luas sekitar 300 hektar.
Sementara itu, Kepala Seksi Teknik Operasi Keamanan dan Pelayanan Darurat Bandara H Asan Sampit Charles Malaikosa mengatakan, kabut asap dari kebakaran lahan belum mengganggu penerbangan dan jarak pandang. Penerbangan masih normal, tidak mengalami keterlambatan.
”Jarak pandang saat ini masih dalam kategori aman, berkisar sekitar lima kilometer. Kabut asap yang terbawa angin belum berdampak untuk penerbangan," ujar Charles.
Kepala Badan Metreologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Bandara H Asan Sampit Nur Setiawan mengatakan, kebakaran yang terjadi saat ini didominasi di daerah selatan yang dekat dengan pantai. Angin berpotensi membawa asap hingga ke kota. Namun, tidak begitu tebal, sehingga tidak begitu terasa dan tidak mengganggu aktivitas masyarakat.
Meskipun belum mengkhawatirkan, dia menegaskan, semua pihak tetap harus waspada. Sebab, jika tidak diatasi dengan cepat, dapat membahayakan dan mengganggu aktivitas. (ron/dc/ign)