SAMPIT – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) membuat petugas penanggulangan bencana kewalahan. Dibutuhkan lebih dari satu helikopter water bombing untuk mengatasi karhutla.
Petugas bagian pemetaan pos komando (posko) Karhutla Kotim Zulian Firdaus mengatakan, satu helikopter untuk pemadaman api yang ada di lahan yang sangat luas tidaklah efektif. Pasalnya, pasokan air yang dibawa helikopter dengan banyaknya hot spot tak sepadan.
”Belum lagi kalau air yang dijatuhkan terkena angin kencang, pasti jadi cipratan. Cipratan air sulit untuk memadamkan api yang berkobar di lahan ratusan hektare,” ujarnya, Senin (20/8).
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kotim juga sependapat dengan Zulian. Berdasarkan catatan Rihel, ada lebih dari 300 hektare lahan yang terbakar.
Kebakaran paling parah masih terjadi di Kecamatan Mentaya Hilir Selatan dengan luas total lebih dari 160 hektare lahan. Sulitnya medan untuk menuju lokasi pemadaman, menyebabkan petugas harus bekerja keras menuju titik api.
”Kalau cuma satu helikopter, kurang. Water bombing itu memang sangat membantu,” ungkapnya.
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama dengan BMKG Sampit yang tergabung dalam Pos Komando Penanggulangan Karhutla merilis data terbaru titik panas (hotspot) yang terpantau di beberapa lokasi.
Sejak 16 Juli 2018, BNPB dan BMKG mendeteksi sebanyak 302 titik panas yang tersebar di 11 kecamatan, yakni di Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, Mentaya Hilir Utara, Mentawa Baru Ketapang, Kotabesi, Parenggean, Telawang, Teluk Sampit, Cempaga, Cempaga Hulu, Pulau Hanaut, dan Antang Kalang. (ron/yit)