SAMPIT – Sengketa tanah terjadi di Desa Cempaga Hulu. Pihak yang bersengkata adalah Pemerintah Desa Cempaga Hulu dan Dony. Kedua pihak memperebutkan tanah seluas 2.924 meter persegi.
Donny marah ketika tanah seluas 2.924 meter persegi warisan dari ayahnya, Robensonth, digunakan untuk lokasi proyek pembangunan pasar oleh pemerintah desa setempat.
Donny mengklaim punya beberapa bukti berupa surat pernyataan bahwa tanah tersebut sah dimiliki oleh keluarga Robensonth yang diteken pada 1999. Donny kecewa lantaran kepala desa setempat tak pernah meminta izin untuk mendirikan bangunan di atas tanah milik keluarganya.
”Tidak ada izin sama sekali yang sampai kepada kami. Tiba-tiba proyek pasar sudah dijalankan begitu saja tanpa sepengetahuan saya sebagai pewaris. Untuk itu, saya merasa sangat dirugikan,” ujar Donny, Senin (22/10).
Menurut Donny, tanah yang dibangun pasar tersebut adalah tanah milik ayahnya sejak 1989. Saat itu, ayahnya masih menjabat sebagai Kepala Desa Cempaga Hulu dua periode. Tanah tersebut hasil tukar guling dengan pemerintas desa setelah tanah milik ayahnya digunakan untuk membangun SMPN 2 Cempaga Hulu.
Menanggapi itu, Kepala Desa Cempaga Hulu Sugianto mengklarifikasi tudingan Donny. Ia mengatakan bahwa tanah yang diklaim tersebut merupakan aset pemerintahan desa.
”Itu aset desa. Bukan milik siapa-siapa. Tanah itu bahkan sudah milik pemerintah sebelum SMPN 2 Cempaga Hulu dibangun. Artinya, bukan milik perseorangan. Aneh saja jika ada yang mengklaim, sangat keliru sekali,” ungkapnya.
Sugianto menilai bahwa tanah yang dibangun pasar tersebut sudah sesui dengan dokumen pemerintahan yang ada.
Sugianto juga mempersilakan kepada pihak keluarga Robensonth untuk mengangkat kasus ini ke pengadilan, untuk membuktikan kebenarannya. Ia mengaku siap dengan segala pemeriksaan yang dilakukan guna membuktikan kebenarannya.
”Saya siap jika memang kasus ini dibawa ke meja hijau. Kami tak bakalan mundur. Sebab kami merasa sudah sesuai prosedur dan telah menjalankan aturan yang berlaku,” tantangnya.
Dua bulan lalu, kasus tersebut juga diakui Donny sudah dibawa ke Sekretaris Daerah (Sekda) Kotim Halikinnor. Namun, belum ada penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak.
Donny juga berencana melaporkan kasus tersebut ke Dewan Adat Dayak (DAD) Kotim untuk meminta keadilan. Namun untuk saat ini, pihaknya masih melakukan langkah hukum dengan menyewa seorang pengacara.
”Untuk langkahnya, kami masih belum telalu jauh. Ini saya masih berunding dengan pengacara keluarga untuk menuntaskan polemik yang ada ini,” tandasnya. (ron/yit)