SAMPIT – Pemasangan patok sebagai tanda hak guna usaha (HGU) PT Tanah Tani Lestari di lahan dan pekarangan warga Desa Rantau Tampang, Kecamatan Telaga Antang, langsung direspon Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kotim. Dewan meminta pihak yang memberikan izin mengevaluasi keputusan tersebut.
”Itu harus dievaluasi. Bagaimana bisa lahan desa hingga permukiman warga masuk dalam areal HGU perusahaan. Ini sudah tidak beres dalam pemberian perizinannya,” kata Rimbun di sela-sela pertemuan dengan warga Desa Rantau Tampang di Komisi III DPRD, Senin (5/11).
Dalam menentukan koordinat areal HGU, kata Rimbun, pihak terkait seharusnya melihat apakah itu kawasan permukiman atau bukan. “Memberikan izin tanpa melihat kondisi lapangan ya seperti ini. Yang salah ini bukan perusahaan, tetapi yang memberi izin itu” kata Rimbun.
Selama dirinya menjabat di DPRD, hal paling sulit dilakukan yakni melaksanakan fungsi pengawasan di sektor investasi perkebunan dan pertambangan. Sejak periode lalu, lembaga legislatif yang pernah diberi data data perizinan oleh pemerintah daerah. Data itu seolah-olah sangat rahasia.
“Bagaimana DPRD bisa menjalankan fungsi secara optimal apabila tidak pegang data. Jujur saya katakan, meminta data di kabupaten ini sulitnya setengah mati. Mereka menutup rapat data-data perkebunan, entah ada apa. Mungkin KPK saja yang bisa menembusnya,” cetus dia.
Secara terpisah, anggota DPRD Kotim Sarjono mengakui bahwa persoalan sengketa lahan tidak hanya di Desa Rantau Tampang. Banyak warga desa memilih diam. Padahal, jika lahan warga masuk dalam areal HGU, hak masyarakat berpotensi hilang.
“Khusus untuk Desa Rantau Tampang ini juga aneh, kenapa kepala desa tidak dilibatkan oleh pihak terkait. Apalagi penetapan HGU semestinya kades, camat hingga pemerintah kabupaten wajib dilibatkan,” tegas dia.
Sarjono mengharapkan kasus ini bisa diseleasikan dengan baik sebelum semuanya terlanjur digarap. Persoalan itu sangat terbuka terjadinya konflik antara perusahaan dan warga yang haknya masuk patok HGU.
“Apalagi informasinya pasang patok itu dilakukan malam hari, tentunya ini jadi pertanyaan besar bagi masyarakat,” tegasnya.
Ada sekitar 300 hektare areal desa itu masuk dalam kawasan HGU perusahaan. Pemasangan patok itu dilakukan 2 November lalu. Bahkan, kepala desa langsung bersurat kepada Kepala BPN Provinsi Kalteng. Kades dengan tegas menolak penetapan kawasan desa itu di areal HGU perusahaan PT Tanah Tani Lestari.
Sementara itu, perwakilan warga desa melalui Leger Adiyustama dan Rait Yanus sudah melayangkan sejumlah laporan terkait persoalan tersebut ke banyak intansi. Salah satu harapan mereka bisa mengeluarkan wilayah desa mereka tersebut .
Sebelumnya warga Desa Rantau Tampang, Kecamatan Telaga Antang, resah. Sebab, rumah dan pekarangan dipasangi patok oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit. Lahan mereka masuk dalam kawasan Hak Guna Usaha (HGU).
Mereka tidak tahu saat patok tersebut dipasang. Mereka menduga patok dipasang malam hari. Sebab, sehari sebelumnya, warga desa sedang berjaga-jaga menunggu BPN memasang patok di desa tersebut.
“Kami resah karena ini masuk HGU. Sewaktu-waktu mereka bisa mengusir kami dengan dasar itu,” kata Leger didampingi Rait Yanus.
Warga awalnya mengetahui rumah dan kebun mereka masuk dalam kawasan HGU ketika mengusulkan sertifikasi lahan ke BPN Kotim. Ternyata lahan itu tidak bisa diajukan untuk sertifikasi lantaran sudah masuk dalam areal HGU PT Tanah Tani Lestari. (ang/yit)