SAMPIT–Yussie menyangka wadi ikan jelawat bikinannya diminati konsumen. Dia memproduksi wadi ikan jelawat 60 - 80 kilogram per bulan. Produk ini sering kali dipesan oleh warga Kalteng yang merantau di luar daerah.
Yussie menceritakan, awalnya dirinya diminta teman di Bekasi untuk membuatkan wadi ikan jelawat. Temannya sudah 20 tahun tidak memakan wadi ikan jelawat. Dari situlah, dia mulai menekuni usahanya.
Wanita kelahiran Kapuas 11 Desember 1967 ini memasarkan produknya di media sosial. Permintaan konsumen pun meningkat.
“Ini untuk memenuhi permintaan orang-orang Dayak di perantauan dan juga buat oleh-oleh,” kata Yussie.
Sebelumnya, Yussie juga memproduksi saluang crispy dan lais crispy di tahun 2013. Karena ikan saluang dan lais hanya musiman, dia tidak dapat produksi secara terus menerus.
Modal awal secara keseluruhan yang diperlukan Yussie sebesar Rp. 5 juta, untuk penyediaan alat hingga kemasan.
Setelah produk wadi ikan jelawat tercetus juga ide membuat sambal kandas sarai ikan jelawat. Idenya bermula saat dia mendapatkan oleh-oleh dari tetangganya yang datang dari Manado, yang membawakan oleh-oleh sambal ikan cakalang.
“Dari situlah saya teringat bahwa Kalimantan Tengah punya makanan sambal yang enak dan disukai yaitu kandas sarai, yang juga dicampur dengan ikan,” ungkap warga Jalan Menteng 2 No. 70 Sampit ini.
Menurut Yussie, bahan sambal kandas sarai bisa dari beragam ikan. Karena tinggal di Sampit, maka ia memilih ikan jelawat sebagai ikan yang akan diolah sebagai campuran sambal kandas sarai produksinya.
“Jelawat merupakan khas Kotim, maka saya pilih ikan jelawat,” jelas Yussie.
Keinginan untuk melesatarikan kuliner khas Kalimantan Tengah juga memunculkan ide untuk membuat sirup dengan nama Setrup Rasa Jadoel. Dia pun memasarkan melalui outlet oleh-oleh dan secara online.
“Saya olah dengan rasa zaman dulu dan berbeda dengan rasa sirup dari pabrikan,” katanya.
Dalam satu bulan Yussie bisa memproduksi wadi ikan jelawat sebanyak 100 pack, saluang dan lais crispy 150 pack, setrup rasa jadul, rasa gula, dan pandan 50 botol, sambal kandas sarai minimal 300 botol per bulan.
Produknya sendiri dipasarkan di Sampit,Palangkaraya, Kapuas, Pangkalan Bun, Jakarta, Makasar, Irian Jaya. Sedangkan sirup hanya dipasarkan di Sampit dan Palangka Raya.
Menurut Yussie, turun naiknya usaha pasti ada. Dia juga tidak khawatir dengan persaingan usaha. Asalkan menjaga kualitas bahan baku yang segar dan rasa yang khas, dia yakin produknya tetap diminati konsumen.
Yussie berkeinginan untuk memperluas usahanya lebih besar lagi, namun masih menunggu izin P-IRT dari Dinas Kesehatan. Setelah izin PIRT terbit, dia mau memasukan ke toko swalayan. (rm-96/yit)