SAMPIT – Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kabupaten Kotawaringin Timur mengadakan diskusi kepada seluruh pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di bangunan bekas Mentaya Teater. Mereka membahas rencana penataan pedagang.
Anang Samlan selaku PKL di Eks Mentaya Teater mengaku senang dengan adanya pertemuan ini. Sebab, pedagang dapat menyampaikan aspirasi kepada pemerintah secara langsung.
Menurutnya, pedagang butuh biaya ketika harus pindah lokasi. Pedagang juga tidak akan membangkang asalkan dimusyawarahkan lebih dahulu.
”Kami ikuti keinginan pemerintah, lalu kami bangun dengan swadaya antar pedagang. Tetapi sekarang belum apa-apa, kami mau dipindah lagi. Jadi harapan saya, dengan adanya diskusi ini, semoga pemerintah bisa mendengarkan dan mengambil kebijakan serta keputusan yang tepat,” ujar Anang yang sebelumnya sempat berjualan di Taman Kota Sampit selama 10 tahun.
Anang berharap pemerintah tidak terus-terusan memindah PKL, karena pindah perlu biaya, tenaga, dan waktu. Apalagi PKL rata-rata membeli barang secara utang sama pedagang grosir. Barang baru dibayar setelah barang terjual.
”Namanya kami pedagang kaki lima. Kalau kami ini punya modal sudah buka toko. Jadi saya hanya berharap pemerintah bisa mengambil kebijakan yang benar-benar tepat, jadi kami juga tidak perlu pindah-pindah lagi. Pikirkan lah nasib kami sebagai pedagang,” ujar Anang.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Disdagperin Kotim Redy Setiawan mengatakan, pemindahan PKL ke bangunan bekas Mentaya Teater dilakukan sebagai upaya penataan agar semakin rapi. Kurang lebih 400 PKL segera ditertibkan secara bertahap. Penataan diawali dari pedagang kuliner, dilanjutkan pedagang kain, sepatu sendal, dan pedagang lainnya. Rencananya, pedagang kuliner akan ditempatkan di depan, sedangkan pedagang kain, sepatu, dan lain-lain akan dipindahkan ke bangunan eks Mentaya Teater.
“Ada kurang lebih 30 pedagang kita tempatkan di depan, para pedagang kain, sepatu sandal kita tempatkan di bangunan teater eks Mentaya Teater ini. Karena tempat untuk pedagang kuliner masih digunakan pedagang sepatu dan kain, maka masih akan dirundingkan lagi,” kata Redy.
Menurutnya, tempat parkir juga harus ditata lagi. Gerobak-gerobak yang mengganggu tempat penyediaan lahan parkir akan dirapikan, dan kebersihannya akan ditingkatkan lagi.
Dirinya juga menekankan bahwa penataan ini tidak bermaksud untuk mengganggu rezeki para pedagang. Disdagperin menyadari setiap pedagang butuh waktu untuk pindah. ”Penghasilan mereka belum menentu, dan untuk pindah memerlukan dana. Jadi kami pahami itu,” kata Redy. (hgn/yit)