SAMPIT- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Sampit menggelar konferensi pers terkait Peraturan Presiden 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Nasional dan Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), Rabu (19/12). Konferensi pers tersebut juga dilakukan secara serentak oleh BPJS Kesehatan cabang lain di Indonesia.
Pejabat Pengganti Sementara Kepala Cabang BPJS Kesehatan Sampit Jandon Bandono menerangkan, aturan ini berlaku mulai Januari 2019. Salah satunya yang ditekan dalam aturan baru ini adalah agar peserta JKN-KIS membayar tepat waktu. Sebab, aturan tersebut lebih tegas mengenai denda bagi peserta JKN-KIS yang menunggak.
”Misalkan, kalau dulu peserta yang terlambat membayar iuran bulan Februari, baru akan dihentikan sementara layanannya tanggal 11 Maret. Kalau sekarang (Perpres no.82/2018) menunggak Februari per tanggal 1 Maret sudah dihentikan sementara,” jelasnya didampingi jajaran BPJS Cabang Sampit lainnya.
Dijelaskannya lagi, status kepesertaan JKN-KIS seseorang dinonaktifkan jika ia tidak melakukan pembayaran iuran bulan berjalan sampai dengan akhir bulan, apalagi bila ia menunggak lebih dari 1 bulan. Status kepesertaan JKN-KIS peserta tersebut akan diaktifkan kembali jika ia sudah membayar iuran bulan tertunggak, paling banyak untuk 24 bulan.
”Ini terkecuali untuk peserta PBI (penerima bantuan iuran), peserta yang didaftarkan pemerintah daerah, dan peserta yang tidak mampu,” imbuhnya.
Pejabat Pengganti Sementara Kepala Cabang BPJS Kesehatan Sampit Jandon Bandono didampingi jajaran menjelaskan soal Peraturan Presiden 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Nasional dan Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), Rabu (19/12).
Sementara itu, soal denda layanan diberikan jika peserta terlambat melakukan pembayaran iuran. Jika peserta tersebut menjalani rawat inap di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dalam waktu sampai dengan 45 hari sejak status kepesertaannya aktif kembali, maka ia akan dikenakan denda layanan sebesar 2,5 persen dari biaya diagnosa awal INA-CBG’s. Adapun besaran denda pelayanan paling tinggi adalah Rp 30 juta.
“ Kecuali untuk peserta PBI, peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah, dan peserta yang tidak mampu,” jelasnya.
Ditegaskannya, ketentuan ini bukan untuk memberatkan peserta. Namun lebih untuk mengedukasi peserta agar lebih disiplin dalam menunaikan kewajibannya membayar iuran bulanan.
Selain soal iuran dan denda layanan, Perpres no.82/2018 juga mengatur soal pendaftaran bayi baru lahir. Dalam peraturan itu bayi baru lahir dari peserta JKN-KIS wajib didaftarkan ke BPJS Kesehatan paling lama 28 hari sejak dilahirkan. Aturan ini mulai berlaku 3 bulan sejak Perpres tersebut diundangkan.
Bayi tersebut berhak memperoleh jaminan pelayanan kesehatan, bila sudah didaftarkan dan iurannya sudah dibayarkan.
Khusus untuk bayi yang dilahirkan dari peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), maka secara otomatis status kepesertaannya mengikuti orang tuanya sebagai peserta PBI.
Bagi bayi yang dilahirkan bukan dari peserta JKN-KIS, maka diberlakukan ketentuan pendaftaran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) pada umumnya, yaitu proses verifikasi pendaftarannya memerlukan 14 hari kalender, dan setelah melewati rentang waktu itu, iurannya baru bisa dibayarkan.
”Sebab itu kami mengimbau orang tua untuk segera mendaftarkan diri dan keluarganya menjadi peserta JKN-KIS, agar proses pendaftaran dan penjaminan sang bayi lebih praktis. Karena kalau tidak, maaf terpaksa harus balik ke mekanisme 14 hari,” kata Jandon.
Selanjutnya, status kepesertaan bagi perangkat desa juga diatur dalam Perpres no.82/2018 ini. Status kepesertaan JKN-KIS bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa menjadi lebih jelas. Kedua jabatan tersebut ditetapkan masuk dalam kelompok peserta JKN-KIS segmen Pekerja Penerima Upah (PPU) yang ditanggung oleh pemerintah.
Sementara itu kepesertaan bagi Warga Negara Indonesia (WNI) juga diatur. WNI yang sudah menjadi peserta JKN-KIS dan tinggal di luar negeri selama 6 bulan berturut-turut, dapat menghentikan kepesertannya sementara.
Hanya saja, selama masa penghentian sementara tersebut, ia tidak mendapat manfaat jaminan BPJS Kesehatan. Jika sudah kembali ke Indonesia, peserta tersebut wajib melapor ke BPJS Kesehatan dan membayar iuran paling lambat 1 bulan sejak kembali ke Indonesia.
”Kecuali bagi pekerja penerima upah yang masih mendapatkan gaji di Indonesia,” katanya.
Setelah itu, ada juga aturan suami istri sama-sama bekerja. Dalam aturan ini jika ada pasangan suami istri yang masing-masing merupakan pekerja, maka keduanya wajib didaftarkan sebagai peserta JKN-KIS segmen PPU oleh masing-masing pemberi kerja, baik pemerintah ataupun swasta. Keduanya juga harus membayar iuran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Suami dan istri tersebut berhak memilih kelas perawatan tertinggi
“Jika pasangan suami istri tersebut sudah mempunyai anak, maka untuk hak kelas rawat anaknya, dapat ditetapkan sejak awal pendaftaran dengan memilih kelas rawat yang paling tinggi,” kata Jandon.
Aturan terkait PHK juga tertuang dalam Perpres Nomor 82 Tahun 2018 ini. Peserta JKN-KIS dari segmen PPU yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), tetap memperoleh hak manfaat jaminan kesehatan paling lama 6 bulan, tanpa membayar iuran. Manfaat jaminan kesehatan tersebut diberikan berupa manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.
Kendati demikian peserta yang terkena PHK tersebut harus memenuhi 4 kriteria.
1. PHK yang sudah ada putusan pengadilan hubungan industrial, dibuktikan dengan putusan/akta pengadilan hubungan industrial.
2. PHK karena penggabungan perusahaan, dibuktikan dengan akta notaris.
3. PHK karena perusahaan pailit atau mengalami kerugian, dibuktikan dengan putusan kepailitan dari pengadilan; atau
4. PHK karena Pekerja mengalami sakit yang berkepanjangan dan tidak mampu bekerja, dibuktikan dengan surat dokter.
”Jika peserta yang mengalami PHK tersebut telah bekerja, maka ia wajib kembali memperpanjang status kepesertaannya dengan membayar iuran. Sementara jika ia tidak bekerja lagi dan tidak mampu, maka selanjutnya ia akan didaftarkan menjadi peserta PBI,” pungkasnya.(oes)