SAMPIT- Ketua Komisi I DPRD Kotim, Handoyo J Wibowo menilai kontribusi dari sektor perkebunan kelapa sawit kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sangat kecil. Maka itu menurutnya, maka tidak salah jika Pemkab Kotim menekankan pelaksanaan program Corporate Social Responsibility (CSR) kepada masyarakat sekitar perkebunan.
"Dari 30 jenis retribusi dan 11 pajak yang ada, tidak ada disebutkan tentang retribusi sektor kelapa sawit. Padahal perkebunan sawit di daerah kita ini sangat luas," ujarnya, kemarin.
Dia mengaku sangat ironis jika daerah tidak mendapat manfaat langsung dalam bentuk retribusi dari tingginya aktivitas di sektor perkebunan ini. Apalagi menurutnya, aktivitas perusahaan sawit punya andil besar, dan dirinya juga menilai, kondisi ini merugikan masyarakat luas karena tingkat kerusakan jalan yang begitu cepat, dan harus ditanggung anggaran daerah untuk memperbaikinya. Akibatnya lanjut Handoyo, anggaran untuk sektor lain yang dibutuhkan masyarakat menjadi berkurang.
"Selama ini kita tidak dapat apa-apa dari sawit, karena daerah tidak diperbolehkan membuat aturan pemungutan retribusi. Jika melakukan itu, ancamannya pemotongan DAU (dana alokasi umum) oleh pemerintah pusat,"ujarnya.
Sebenarnya lanjut Handoyo, hal ini bisa diubah, melalui anggota DPR RI yang memperjuangkan tuntutan daerah ini. Menurutnya, usul ini dirasa tepat karena kabarnya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 yang memuat tentang retribusi sawit akan direvisi, sehingga ada kesempatan untuk memperjuangkan retribusi sawit bagi daerah.
Dirinya juga mengaku sepakat dengan kepedulian Gubernur Kalteng Sugianto Sabran untuk memperjuangkan sumbangan pihak ketiga. Meski tambah Handoyo, secara aturan masih membingungkan, karena sering dibenturkan dengan perihal pungutan liar. “Semangat gubernur itu sangat mulia, karena untuk memperjuangkan daerahnya, agar mendapatkan dana bagi hasil dari pemerintah pusat,” tandasnya. (ang/gus)