SAMPIT – Sudah sembilan patung sapundu di Desa Bukit Batu, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, digasak maling. Rinciannya, lima sapundu di desa bawah dan empat sapundu di desa darat. Usia tertua sapundu yang hilang mencapai 90 tahun.
"Umurnya mencapai 90 tahun, dan itu kejadiannya beberapa kali," kata Ruspandi, tokoh masyarakat Desa Bukit Batu, Minggu (27/1).
Pencurian patung sapundu telah dilaporkan kepada kepolisian. Aparat langsung meminta keterangan warga setempat.
"Kami berharap aparat serius menanganinya, karena ini sepertinya dilakukan sindikat," kata Anton Al Sudani, tokoh pemuda di Cempaga Hulu.
Menurut Anton, pencurian sapundu sudah kerap terjadi. Di Cempaga Hulu saja, sudah ada beberapa kali kejadian. Di antaranya di Desa Pundu dan Desa Parit. Kasus pencurian itu belum terungkap hingga kini.
"Semoga dengan kasus ini ada titik terang, agar kejadian serupa tidak terulang," kata mantir adat desa di Cempaga Hulu itu.
Sementara itu, anggota DPRD Kotim yang juga tokoh masyarakat adat Dayak Sarjono mendesak agar pencuri benda keramat bagi suku Dayak itu bisa terungkap. Selain dituntut pidana, pencurian sapundu merupakan kategori pelanggaran berat adat istiadat. Pasalnya sudah merusak, memotong, mencuri, hingga menjual benda sakral. Benda itu sejatinya memiliki nilai berharga terutama keluarga yang dulunya menyelenggarakan pesta tiwah atau sejenisnya.
"Bisa dikatakan ini sudah merusak harkat dan martabat seseorang apabila berani memotong benda tersebut. Ini sejatinya persoalan serius apalagi sudah ada beberapa kali pencurian," kata dia.
Sarjono menduga pencuri sapundu merupakan sindikat antarpulau. Sebab, jual beli sapundu di wilayah Kalimantan sangat sulit dilakukan. Orang Dayak tidak akan berani membeli. "Sangat mungkin ini dibawa keluar daerah atau bahkan diselundupkan keluar negeri," tandasnya. (ang/yit)