PALANGKA RAYA – Sidang dugaan penghinaan terhadap Gubernur Kalteng Sugianto Sabran terasa istimewa. Pasalnya, orang nomor satu di Bumi Tambun Bungai itu hadir langsung sebagai saksi di Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya,Selasa (2/4).
Dalam sidang yang dipimpin Majelis Hakim Zulkifli dan dua hakim anggota itu mendudukkan mantan anggota DPR RI Alfridel Jinu (50) sebagai terdakwa. Selain Sugianto, hadir juga sebagai saksi ajudannya yang kini menjabat Kapolsek Sanaman Mantikei dan Petak Malai, Ipda Fedrick Liano.
Dihadapan Majelis Hakim, Sugianto menegaskan, laporannya terkait dugaan penghinaan itu untuk memberikan pembelajaran kepada masyarakat agar tidak mudah menghina atau mengatakan seseorang secara tidak wajar, meski secara pribadi dia sudah memberikan maaf secara tulus kepada terdakwa.
”Tulisan itu membuat tersingung. Orang tua saya tidak penah bilang seperti itu. Ini malah ada orang lain menyebut ’bodoh’. Yang Mulia, ini saya lakukan untuk memberikan pembelajaran pada masyarakat agar tidak menyampaikan ujaran kebencian atau penghinaan kepada siapa saja,” tegas Sugianto.
Sugianto mengatakan, terdakwa juga tidak pernah meminta maaf atas postingan tersebut. Dia mengaku sempat tersinggung, sehingga membuat laporan tersebut dan kasus itu sampai ke pengadilan.
”Kalau saja ada reaksi aatau permintaan maaf, saya akan maafkan dan tidak membuat laporan sampai ke persidangan ini. Saya inginkan permintaan maaf dengan ikhlas dan sudahi ujaran kebencian. Ayo bersama membangun Kalteng,” ujarnya.
Sementara itu, Alfridel Jinu mengaku tak ada niat menghina atau melecehkan Gubernur Kalteng. Dalam hal itu, dia ingin menjaga marwah gubernur.
”Saya sendiri ingin melindungi lembaga gubernur. Niat menjaga marwah gubernur. Namun, intinya minta maaf dengan hati tulus dan tidak ada niat apa pun tentang postingan itu. Saya siap mempertangungjawabkan perbuatan ini,” katanya.
Alfridel Jinu jadi pesakitan karena diduga melakukan penghinaan terhadap Gubernur Kalteng Sugianto Sabran. Perbuatan terdakwa dinilai melanggar Pasal 45 Ayat (3) tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Unggahan penghinaan itu ditulis pada 13 April 2017, dengan kalimat ”Ayo tim berkah, atasi krisis dan kritis keuangan Pemprov yang makin menjadi-jadi. Uang KONI dari Rp 17 miliar, kenapa disunat Rp 1 miliar? Dana segitu ibarat menggarami lautan. Meskipun demikian, kritis tim berkah, kita masih mendengar sayup-sayup pujian berkah, hebat, dan kuat. Kalteng menangis".
Selanjutnya, pada hari yang sama kembali menulis, ”Pers mulai pelan-pelan hancurkan Gubernur Kalteng, salah satu buktinya, Gubernur Kalteng tahan berkas pemecatan oknum Bupati Katingan untuk diteliti. Berita itu setara ingin menunjukkan bahwa gubernur ’bodoh’, tidak mengerti aturan.
Tidak ada kewenangan Gubernur teliti berkas DPRD Katingan untuk memberhentikan kepala daerah. Baca perintah Pasal 80 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Bunyinya antara lain: DPRD menyampaikan kepada Mendagri melalui, sekali lagi, melalui gubernur. Tidak ada diteliti oleh gubernur.” (daq/ign)