SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

METROPOLIS

Jumat, 11 Oktober 2019 08:43
Khotbah Jumat: Beranggapan Sial di Bulan Safar adalah Syirik
ILUSTRASI.(NET)

Oleh: Ustaz Malik Ashari, Yayasan Assunah Sampit

Bismillah. Thiyaroh atau beranggapan sial termasuk kesyirikan sebagaimana dinyatakan dalam hadits.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Tidak dibenarkan menganggap penyakit menular dengan sendirinya (tanpa ketentuan Allah), tidak dibenarkan beranggapan sial, tidak dibenarkan pula beranggapan nasib malang karena tempat, juga tidak dibenarkan beranggapan sial di bulan Safar” (HR. Bukhari no. 5757 dan Muslim no. 2220).

Dalam hadits ini disebutkan tidak bolehnya beranggapan sial secara umum, juga pada tempat dan waktu tertentu seperti pada bulan Shafar. Di negeri kita yang terkenal adalah beranggapan sial dengan bulan Suro, maka itu pun sama terlarangnya.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak dibenarkan menganggap penyakit menular dengan sendirinya (tanpa ketentuan Allah) dan tidak dibenarkan beranggapan sial. Sedangkan al fa’lu membuatkan takjub.” Para sahabat bertanya, “Apa itu al fa’lu?” “Kalimat yang baik (thoyyib)”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari no. 5776 dan Muslim no. 2224)

Apa beda al fa’lu dan thiyaroh? Al fa’lu adalah berangan kebaikan. Sedangkan thiyaroh adalah berperasaan akan datangnya keburukan. Berangan datangnya kebaikan adalah suatu anjuran karena hal ini termasuk husnu zhon (berprasangka baik) pada Allah.

Contoh fa’lu adalah ketika kita mendengar ucapan-ucapan yang baik, maka cerialah hati kita. Atau kita melihat seorang yang tampil menawan hati, kita pun menjadi tenang, tanda mengharap kebaikan dan husnu zhon pada Allah. Fa’lu termasuk perkara yang baik.

Dari sinilah mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam takjub. Ketika mendengar nama atau ucapan yang baik atau berlalu di tempat kebaikan, hati menjadi tenang, dan tanda husnu zhon pada Allah. Demikian penjelasan Syaikhuna, Dr. Sholeh Al Fauzan dalam I’anatul Mustafid.

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia menyebutkan hadits secara marfu’ –sampai kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Beranggapan sial adalah kesyirikan, beranggapan sial adalah kesyirikan”.

Beliau menyebutnya sampai tiga kali. Kemudian Ibnu Mas’ud berkata, “Tidak ada yang bisa menghilangkan sangkaan jelek dalam hatinya. Namun Allah-lah yang menghilangkan anggapan sial tersebut dengan tawakkal.” (HR. Abu Daud no. 3910 dan Ibnu Majah no. 3538.

Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Hadits ini dengan sangat jelas menunjukkan bahwa thiyaroh atau beranggapan sial termasuk bentuk syirik. Kesyirikan dalam masalah thiyaroh ini bisa dirinci menjadi dua:

Jika menganggap bahwa yang mendatangkan manfaat dan mudarat adalah makhluk, ini syirik akbar.

Jika menganggap bahwa yang memberi manfaat atau mudarat hanyalah Allah, namun makhluk hanyalah sebagai sebab, ini termasuk syirik ashgor.

Catatan: Tidak setiap anggapan jelek itu terlarang. Ada anggapan jelek yang masih dibolehkan selama ada sebab yang syar’i atau hissiy (inderawi). Seperti misalnya kita sudah mengetahui gerak-gerik si pencuri, dan kita berprasangka jelek padanya, maka ini ada bukti atau sebab, sehingga prasangka jelek ini tidak bermasalah.

Kuncinya Tawakkal. Anggapan sial mengurangi tauhid seorang muslim dan dinilai syirik. Penilaian syirik ini dilihat dari beberapa sisi: (1) bergantung pada sesuatu yang bukan sebab secara hakiki, (2) memutuskan suatu kejadian seakan-akan menentang takdir Allah, dan (3) mengurangi tauhid. Untuk menghilangkan persangkaan sial di sini hanyalah dengan tawakkal. Karena tawakkal terdapat ketergantungan hati pada Allah. Hadits yang telah lewat disebutkan, “Namun Allah-lah yang menghilangkan anggapan sial tersebut dengan tawakkal”.

Penulis Fathul Madjid (335) berkata, “Akan tetapi jika kita bertawakkal pada Allah dalam meraih maslahat dan menolak mudarat, maka was-was untuk beranggapan sial akan hilang dengan izin Allah.”

Syaikh Sholeh Al Fauzan berkata, “Penyembuh dari beranggapan sial adalah dengan bertawakkal pada Allah. Kemudian meninggalkan anggapan sial dan tidak memiliki keraguan lagi dalam hati.” Ini perkataan beliau dalam I’anatul Mustafid (2: 16).

Ingatlah pelajaran dari firman Allah Ta’ala, “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Tholaq: 3).

Wallohu a'lam bishowab.(***)


BACA JUGA

Rabu, 09 September 2015 00:45

Uji Kebohongan, Tim Hukum Ujang Dukung Uji Forensik

<p>&nbsp;PALANGKA RAYA - Tim Kuasa Hukum Ujang-Jawawi menyatakan penetapan hasil musyawarah…

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers