PALANGKA RAYA–Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) akan mengawal proses tata niaga rotan yang dikirim keluar daerah. Hal ini dilakukan seiring pengiriman perdana hasil hutan bukan kayu (HHBK) berupa rotan dari kesatuan pengelolaan hutan (KPH) produksi Katingan Hulu kepada PT Sahabat Usaha Rakyat Cirebon.
Sekretaris Daerah (Sekda) Fahrizal Fitri menyebutkan, mengawalan tata niaga tersebut supaya rotan yang beredar di pasaran memiliki jaminan harga. Maka dari itu tata niaga hasil hutan yang satu ini harus betul-betul terkontrol, sehingga masyarakat pengusaha rotan mendapat manfaat yang maksimal.
”Selama ini dari proses tata niaga rotan, yang bermain adalah pedagang besar dan kecil terutama dalam mendapat manfaatnya. Makanya harus diawasi agar para petani rotan bisa mendapat manfaat lebih,” katanya saat pengiriman pertadana HBBK Rotan.
Pemerintah mengharapkan dengan adanya KPH Center di Kota Palangka Raya, dapat mempertemukan para produsen langsung dengan petani rotan. Sehingga ke depan tidak perlu lagi ada perdagangan rotan antara pengusaha rotan sampai ke produsen. Artinya pemerintah mengharapkan ada proses yang lebih singkat dan cepat dalam tata niaga rotan.
”Kita berharap jalurnya bisa dipangkas, sehingga nilai manfaat rotan ini bisa lebih besar lagi dirasakan para petani,” ucapnya.
Sementara itu Kepala Dinas Kehutanan Kalteng Sri Suwanto mengatakan, HHBK rotan dari KPH Katingan Hulu yang dikirim sebanyak 5 ton. Namun karena yang dilakukan pemerintah ini merupakan realisasi pertama, maka yang dikirim hanya 3,3 ton. Pengiriman akan dilakukan terus menerus dengan jumlah yang lebih besar hingga 8 ton.
Langkah yang dilakukan pemerintah tersebut tidak hanya berdampak bagi perekonomian daerah, tapi juga berdampak terhadap perekonomian masyarakat. Sebab pengiriman rotan selama ini dinilai masuk ke jalur lain yang tidak termonitor, sehingga dampaknya tidak dirasakan secara maksimal oleh daerah dan masyarakat.
”Maunya pemerintah itu, rotan yang dikirim ini dari semua daerah di Kalteng. Tapi untuk perdana ini, hanya dari Katingan, yang memang lebih banyak dibandingkan daerah lain,” katanya.
Ia memastikan pengiriman rotan ke depan tidak hanya menyasar pasar di Cirebon, tapi ke daerah-daerah lain yang utamannya bisa membeli lebih besar. Untuk pemasaran di Cirebon sendiri, rotan dilepas dengan harga Rp 6.000 per kilogram. Harga tersebut dianggap sudah menguntungkan para petani rotan di Kalteng.
”Yang namanya dagang, ya kita bebas saja, tidak mesti ke Cirebon. Intinya, pemerintah welcome siapa yang bisa membeli lebih mahal maka akan dijual. Tentu kita harapkan ke depan bisa lebih meningkat harganya,” pungkasnya. (sho/yit)