Sampah kerap dianggap hina. Dipandang sebelah mata, mengganggu keindahan kota. Namun, siapa sangka, jika sungguh-sungguh dikelola, justru bisa membuat bangga.
GUNAWAN, Sampit
Aula Dinas Lingkungan Hidup Kotim siang itu sangat riuh, Kamis (1/11). Meski jarum jam sudah menunjuk pukul 13.00 lebih, disertai derasnya hujaman hujan di luar, sejumlah orang di ruangan tersebut terlihat tetap semangat.
Mereka serius mengikuti pemaparan pria tinggi, berambut cepak, berkulit gelap yang berdiri persis di tengah-tengah peserta Pelatihan Kader Lingkungan yang digelar DLH Kotim.
Adi Candra. Demikian pria itu disapa. Motivator Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Surabaya itu pintar menghidupkan suasana. Para peserta sesekali tertawa saat Adi melontarkan canda di tengah paparannya.
Jam-jam siang yang biasanya kerap bikin mata berat dan mulut terus menguap, justru berubah jadi semangat dengan gaya penjelasannya yang kadang memancing rasa penasaran.
Sesekali dia mengajak peserta meneriakkan yel-yel kader lingkungan hidup ketika peserta terlihat mulai bosan.
”Apa kabar?” katanya.
”Luar Biasa!” jawab peserta.
”Halo,” lanjutnya lagi.
”Aku bisa, kamu bisa, kita semua pasti bisa!” kata peserta lagi dengan suara serempak hingga ruangan itu terlihat begitu riuhnya.
Dibantu layar besar di depannya untuk presentasi, Adi memotivasi para peserta untuk serius dan konsisten menjaga lingkungan, terutama dalam mengelola sampah dengan baik dan benar. Menurutnya, selama ini banyak anggapan yang salah mengenai pengelolaan sampah.
Dia mencontohkan tempat sampah di DLH yang ternyata masih dicampur. Menurutnya, hal itu jelas salah. Harusnya, sampah organik dan anorganik dipisah.
Sampah organik merupakan sampah yang bisa mengalami pelapukan (dekomposisi) dan terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau. Sementara sampah anorganik dihasilkan dari bahan non-hayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan bahan tambang, seperti kertas, kaleng, dan lainnya.
Dia lalu meminta agar ke depannya sampah-sampah seperti itu benar-benar dipisah. ”Yang ada ini dibiarkan saja dulu. Memang sulit untuk mengubah habit (kebiasaan, Red),” katanya.
Namun, dia yakin ke depannya kebiasaan demikian bisa diubah. Hal itu berdasarkan pengalamannya yang malang melintang terkait pengelolaan sampah di Surabaya hingga menjadi pembicara di berbagai kota.
Menurut Adi, sampah sekarang bukan lagi sesuatu yang hina. Sampah bisa jadi barang yang keren. Dia mencontohkan pemuda di Surabaya yang aktif mengajaknya membahas sampah.
”Kenapa anak muda ngomongin sampah? Karena lingkungan sekarang jadi isu yang keren,” tuturnya. Adi menuturkan, orang yang benar-benar serius mengelola lingkungan dengan benar, bisa sukses dan keliling berbagai daerah di Indonesia.
Kepada Radar Sampit, Adi mengatakan, masyarakat sebenarnya bisa diajak untuk mengelola sampah dengan baik dan benar. Dengan program yang tepat, hal itu secara tidak langsung akan membuat daerah itu lebih maju dan jadi contoh bagi daerah lainnya.
Dia mencontohkan Kota Surabaya yang memulai program Green and Clean sejak 2005 silam. Berkat program itu, masalah sampah bisa diatasi dengan baik. Kampung-kampung yang dulunya kumuh, kini jadi lebih indah dan asri. Bahkan, jadi salah satu destinasi wisata kota.
Kebiasaaan warga berhasil diubah. Warga didorong menjadi lebih kreatif. Menghasilkan produk kerajinan dari sampah yang akhirnya membuat kampung itu lebih mandiri. Program itu juga membuat Surabaya kini dikenal sebagai salah satu kota terbaik di dunia. Bikin bangga Indonesia.
Program Green and Clean, lanjutnya, harus dikerjakan semua pihak, mulai dari pemerintah, swasta, sampai masyarakatnya. Media juga berperan penting memberikan informasi mengenai program itu agar dikenal lebih luas.
Di Surabaya, lanjutnya, semua RT/RW wajib mengikuti program tersebut. Saat mendaftar ikut program, mereka diberi sejumlah dana yang harus digunakan untuk menata lingkungannya. Apabila ada RT/RW yang menolak, usulan musrenbangnya tak akan pernah disetujui.
Hasilnya, kata Adi, benar-benar terlihat dan nyara. Kampung-kampung di Surabaya berhasil disulap jadi lebih indah. Kebiasaan masyarakat mengelola sampah juga berhasil diubah. Media juga berperan mengabarkan keberhasilan masing-masing kampung yang sukses keluar dari belenggu kekumuhan.
Dia berharap Kota Sampit bisa jadi pionir program itu di Kalteng. ”Kota Sampit itu sebenarnya berada di tengah-tengah dan jadi pusatnya. Makanya paling cocok pertama kali diterapkan di sini,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kotim Sanggul L Gaol mengatakan, dalam pelatihan kader lingkungan hidup menuju Sampit Green and Clean itu, peserta diajarkan mengolah limbah di sekitar lingkungannya agar bisa didaur ulang. Misalnya, sampah plastik yang dijadikan pot bunga atau sampah rumah tangga dijadikan pupuk kompos.
”Tahun depan kami akan membagikan bibit buah-buahan, seperti kelengkeng untuk masyarakat sebagai upaya untuk penghijauan. Selain itu, jika pohonnya nanti berbuah, masyarakat bisa menikmati buahnya dan menambah gizi yang dikonsumsi masyarakat," katanya.
Peserta dari dua Kecamatan, baamang dan ketapang, diharapkan menerapkan ilmu yang diperoleh. Masing-masing RT agar menyosialisasikan dan mengajak masyarakatnya menuju Sampit Green and Clean.
”Target kami adalah lingkungan kumuh di Kotim, sehingga dengan program green and clean ini akan meminimalisir lingkungan kumuh yang ada. Salah satu caranya mendaur ulang sayuran busuk menjadi pupuk kompos yang nantinya akan dijadikan pupuk saat melakukan penanaman bibit pohon buah nantinya," tandasnya. (***/dia/ign)