SAMPIT – Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) tersandera sejak awal. Berbagai proyek fisik yang dikerjakan dengan sistem tahun jamak, membuat beban sangat berat karena proyek tersebut menelan anggaran sangat besar. Kondisi demikian juga jadi salah satu faktor besarnya defisit RAPBD 2020.
Ketua DPD Partai Golkar Kotim Supriadi mengatakan, beban APBD Kotim tahun 2020 sebenarnya bukan hal mengejutkan. Eksekutif lebih tahu kondisi keuangan tersebut. Pemkab harus membayar proyek multiyears, tunggakan kesehatan, pilkada, dan proyek RSUD dr Murjani Sampit.
”Kondisi APBD itu memang sengaja disandera sejak awal. APBD 2020 sudah terbebani berbagai program pembangunan yang sudah jalan,” katanya, Jumat (8/11).
Sejumlah proyek multiyears di Kotim, di antaranya pembangunan jalan di Mentaya Seberang, pembangunan Jembatan Runting Tada, pembangunan drainase di Jalan A Yani dan Jalan MT Haryono Sampit, pembangunan mal pelayanan publik, pengembangan RSUD dr Murjani Sampit, pembangunan dermaga wisata Ujung Pandaran, dan pembangunan arena road race.
Pemkab wajib membayar proyek multiyears itu sekitar Rp 245 miliar. Selain itu, anggaran juga terbebani pelaksanaan pilkada yang diperkirakan menelan Rp 50 - Rp 70 miliar, dan pembayaran program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JKN) sekitar Rp 53 miliar. Nilai itu naik dari sebelumnya yang hanya Rp 24 miliar.
Supriadi menuturkan, defisit anggaran juga akan berdampak pada anggota DPRD Kotim yang bakal kesulitan mengakomodir berbagai program hasil reses mereka menjelang pembahasan anggaran.
”Hasil reses atau kunjungan kerja yang tertuang dalam pokok pikiran itu akan kandas, karena APBD kita sudah terbebani penyelesaian dan pelunasan proyek yang berjalan. Multiyears wajib dibayar karena sudah ada MoU, jadi tidak bisa diutak-atik,” katanya.
Supriadi menuturkan, perkiraan defisit anggaran sebesar 10 persen atau sekitar Rp 150 miliar merupakan sejarah baru. Struktur APBD Kotim biasanya tak melebihi 4,5 persen. Itu sesuai ketentuan dengan dasar perkiraan pendapatan.
Supriadi menambahkan, apabila tahun depan ada ruang anggaran yang cukup longgar dalam APBD, Pemkab Kotim harus menghentikan program mercusuar, karena proyek itu yang menelan banyak anggaran. Selain itu, pendapatan harus dimaksimalkan untuk menutupi defisit.
”Maksimalkan PAD (pendapatan asli daerah) dengan perda yang sudah ada dan pemerintah harus terus mendorong pembangunan yang memiliki nilai ekonomi kerakyatan,” tegasnya.
Terpisah, tokoh muda Kotim Muhammad Gumarang mengkritik keras sitem penganggaran yang dilaksanakan. ”Berarti penganggaran tidak berprinsip pada skala prioritas dan tidak cermat, bahkan mengarah pada faktor kesengajaan,” kata Gumarang.
Dia tak habis pikir melihat pola pemerintah daerah, baik itu DPRD dan Pemkab Kotim sebelumnya. Dalam penganggaran cenderung dipaksakan tanpa melihat kemampuan sumber keuangan atau pendapatan daerah.
”Misalnya terkuras akibat kebutuhan multiyears. Akibatnya, terjadi defisit anggaran dan ini membahayakan keuangan,” kata Gumarang.
Gumarang menuturkan, jika kondisi itu dibiarkan tanpa ada terobosan untuk mengatasi defisit, akan berdampak buruk pada pembangunan daerah. Bahkan, Kotim dalam ambang kebangkrutan. Sesuatu yang tidak pernah sepanjang sejarah.
”Kalau terus menerus tanpa penambahan pendapatan daerah untuk tahun anggaran selanjutnya, pemkab akan menghadapi krisis keuangan. Muara dari kebangkrutan,” tandasnya. (ang/ign)