SAMPIT – Usaha sektor pertambangan mulai bergeliat. Pada 2020 mendatang, di Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, akan dibangun pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter) bauksit. Nilai investasinya mencapai triliunan rupiah dan akan dikerjakan segera.
Diperkirakan tahun 2021 sudah operasional. Rencananya, dalam setahun pabrik ini mampu memproduksi bahan jadi sekitar satu juta ton atau sekitar 80 ribu ton per bulannya.
Investasi yang dilakukan PT Parenggean Makmur Sejahtera (PMS) itu bekerja sama dengan PLN Persero Kalselteng. Kesepakatan itu ditandai dengan perjanjian kerja sama penyediaan energi listrik untuk fasilitas pengolahan dan permunian.
Penandatanganan itu dilaksanakan di Palangka Raya, di hadapan ratusan pengusaha yang diundang PLN. Selain itu, juga disaksikan perwakilan Pemkab Kotim, Pemprov Kalteng. Dari perusahaan, dihadiri langsung Direktur Utama PT PMS Hidjun, Gundra, dan jajaran direksi lainnya.
PLN menilai investasi itu merupakan yang terbesar di wilayah Kalselteng dan akan menggunakan daya PLN di bagian Kalimantan Selatan dan Tengah.
General Manager PLN Persero Kalselteng Sudirman mendukung usaha itu. Pihaknya siap menyuplai daya ke perusahaan smelter tersebut. Saat ini, untuk wilayah itu ada sekitar 1.635 megawatt yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan listrik Kalselteng. Tahun depan rencananya akan ditambah 900 megawatt.
Dia memastikan PLN mampu mengurus listrik dan menyuplai ke pihak perusahaan. Dengan begitu, pengusaha bisa fokus mengurus usahanya.
”Listrik ini yang jadi pendorong kegiatan ekonomi di Kalselteng agar dapat menjamin operasionalnya, sehingga perusahaan bisa bekerja maksimal. Anda urus usaha, kami urus listriknya,” tegas Sudirman pada PT PMS.
PT PMS bakal menjadi salah satu mitra PLN di wilayah Kalselteng yang terbesar menggunakan daya PLN. PT Parenggean Makmur Sejahtera merupakan perusahaan pertambangan mineral bauksit atau alumina dengan lokasi Izin Usaha Pertambangan Operasi (IUP-OP) di Kecamatan Cempaga Hulu.
Gundra, salah satu direksi perusahaan itu menuturkan, MoU dengan PLN sebagai tahapan awal keseriusan mereka membangun pabrik. Selain itu, untuk memastikan tidak ada kendala dalam pasokan listrik bagi smelter yang mereka bangun tersebut. Sebab, mesin pabrik yang digunakan akan menelan daya jutaan watt listrik.
Selain itu, pembangunan smelter itu dalam rangka memenuhi kewajiban yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
”Perusahaan dalam melakukan pemasaran ekspor produk tambangnya wajib dalam bentuk bahan jadi (hasil pengolahan dan pemurnian). Untuk memenuhi kewajiban tersebut, saat ini perusahaan sedang melaksakan proses pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian produk tambang (smelter) mineral bauksit beserta fasilitas penunjangnya,” tutur Gundra.
Pihaknya menargetkan tahun 2021 sudah operasional. Artinya, ada waktu satu tahun lebih bagi mereka mengerjakan smelter tersebut. ”Kalau menurut jadwal tata waktunya, bulan April 2021 sudah siap beroperasi,” tegasnya.
Pertambangan di Kotim sempat bergairah beberapa tahun silam. Namun, sejak terbitnya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba, setiap aktivitas pertambangan wajib memiliki smelter. Sejak saat itu, operasional tambang mulai meredup. Ketika operasional pun hanya sebatas memenuhi kebutuhan dalam negeri, tidak boleh ekspor ke luar negeri.
Diharapkan dengan dibangunnya smelter tersebut aktivitas pertambangan bauksit akan hidup kembali. Tenaga kerja lokal yang diserap dari sektor tersebut diperkirakan akan sangat banyak. (ang/ign)