SAMPIT— Human Immunodeficiency Virus (HIV) ataupun Acquired Immunodeficiency Syndrome (Aids) menjadi penyakit yang menakutkan bagi masyarakat. Bahkan penderitanya atau orang dengan HIV/Aids (ODHA) kerap dijauhi karena khawatir tertular.
Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) bersama Puskesmas Baamang unit I menggelar pemulasaraan atau mengurus jenazah ODHA sesuai standar operasional prosedur. Sehingga masyarakat tak perlu takut mengurus jenazah ODHA.
Kepala Puskesmas Baamang unit I Supriadi menjelaskan dalam memandikan jenazah ODHA hal yang penting dilakukan adalah menggunakan alat pelindung diri (APD), seperti sarung tangan, masker, kacamata, celemek plastik, penutup kepala hingga sepatu bot.
“Dan sebelum dimandikan, jenazah ODHA perlu dilumuri cairan klorin untuk membantu membunuh bakteri yang menempel pada tubuh jenazah, zat kimia tersebut terdapat pada cairan pemutih pakaian,” jelasnya.
Orang dengan HIV/Aids atau ODHA kerap mendapat perlakuan berbeda atau diskriminasi termasuk saat meninggal. Tak jarang warga enggan melakukan pemulasaran sebab khawatir tertular. Padahal jika dilakukan sesuai dengan standar yang ada, potensi penularan akan sangat kecil terjadi.
“Minimnya pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS kerap memunculkan perlakukan berbeda kepada pengidap penyakit tersebut, termasuk saat orang penderita HIV/AIDS atau ODHA meninggal dunia,”ujarnya.
Sering kali karena khawatir tertular, warga kadang enggan melakukan pemulasaraan atau merawat jenazah seperti memandikan dan mengkafani. Padahal mereka juga berhak mendapatkan perlakukan yang sama seperti orang biasa.
Hal tersebutlah yang mendorong KPA Kotim bersama dengan Puskesmas Baamang unit I lakukan penyuluhan mengenai SOP melakukan pemulasaraan janazah, selain memandikan, warga juga diberi pengetahuan tentang cara mengkafani jenazah ODHA, tidak hanya menggunakan kain kafan, jenazah ODHA juga perlu dibungkus plastik agar bakteri tidak menyebar.
Penyuluhan pemulasaraan jenazah ODHA dilakukan sebagai upaya menghentikan penyebaran HIV/Aids di Kotim. Sebab, penyebaran HIV/Aids di daerah ini tergolong tinggi yakni 71 kasus sepanjang Januari hingga Oktober 2019, bahkan telah ada 7 ODHA meninggal dunia.
“Melalui penyuluhan ini pula diharapkan tidak ada lagi stigma negatif atau diskriminasi terhadap ODHA dimana mereka juga memiliki hak yang sama sepeti halnya orang biasa,” pungkasnya. (yn/oes)