SAMPIT – Kasus sengketa lahan di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) kembali mencuat. Kali ini bukan lahan warga yang diduga diserobot perusahaan, namun milik seorang camat di Kecamatan Antang Kalang, Ophie. Dia menuntut perusahaan bertanggung jawab dengan mengganti rugi 88 hektare lahan milik orangtuanya.
Masalah tersebut langsung dibawa ke forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Kotim, Kamis (10/3). Dalam penjelasannya, Ophie mengatakan, lahan miliknya digarap orangtuanya sejak tahun 1973 dan ditanami pohon karet dan rotan. Akan tetapi, beberapa tahun lalu, digarap perkebunan kelapa sawit PT Agro Wana Lestari (AWL).
”Ada sembilan lembar surat tanah itu yang luasannya 112 hektare. Namun, dalam perjalanan dicek kembali bersama pihak perusahaan, hanya 88 hektare,” ujar Ophie yang juga mantan Plh Sekwan DPRD Kotim ini.
Per hektare lahan Ophi mematok harga sebesar Rp 15 juta. Harga tersebut dinilai sesuai, mengingat di lahan itu dulu berupa berisikan kebun karet dan rotan dengan hasil yang cukup banyak dalam sekali panen.
---------- SPLIT TEXT ----------
Perwakilan pihak Kecamatan Bukit Santuai, Awang, mengaku sudah melakukan pendekatan terkait masalah itu. Hal yang jadi persoalan, pihak perusahaan sudah melakukan ganti rugi kepada masyarakat, namun ternyata salah sasaran.
Hal tersebut pernah dimediasi kecamatan, namun belum ada kesepakatan. Kata sepakat tidak ditemukan karena antara kedua belah pihak sama-sama berpegang pada pendiriannya, yaitu pihak perusahaan menyatakan sudah membayarkan ganti rugi dan masyarakat belum pernah menjual tanahnya kepada pihak mana pun.
Humas PT AWL Saniel yang hadir saat itu, tidak bisa memberikan kepastian dan keputusan terkait masalah tersebut. Dia harus melaporkan ke jajaran direksi PT AWL. Dirinya hanya sebagai penghubung dan menyerahkan hasil rekomendasi dari RDP di DPRD Kotim. Menurut Saniel, perusahaan sejatinya sudah melakukan ganti rugi kepada masyarakat.
Dia menegaskan, perusahaan tidak akan lari dari permasalahan. Hanya saja, dia berharap DPRD dan Pemkab Kotim untuk melalukan evalusi permasalahan, karena lahan itu pernah dilakukan ganti rugi.
---------- SPLIT TEXT ----------
”Masa kami harus berkali-kali mengganti rugi di lahan yang sama, apalagi diminta harga segitu. Saya harap minta pertimbangan dan waktu kepada lembaga ini untuk menyampaikan ke pihak manajemen, karena yang mengambil kebijakan adalah pimpinan,” jelasnya.
Pemkab Kotim yang diwakili Kabag Ekonomi Wim RK Benung mengatakan, PT AWL sudah memiliki hak guna usaha (HGU) seluas sekitar 11 ribu hekatare. ”Nah, persoalannya sekarang, apakah objek sengketa ini di dalam HGU atau di luar HGU. Kalau di dalam HGU, tentunya ada proses yang terlewatkan,” ujar Wim.
Terkait tumpang tindih pembayaran, Wim mengatakan, tidak masalah jika memang harus dua kali ganti rugi kepada pemilik sahnya. ”Tidak haram kalau mengganti rugi dua kali, Makanya, sebelum melakukan ganti rugi mesti diteliti,” ujar Wim.
Wim berharap agar persoalan itu menghasilkan kesepakatan bersama yang saling menguntungkan dan tidak merugikan salah satu pihak.
Sementara itu, dalam rekomendasinya, DPRD Kotim yang dipimpin Wakil Ketua II Parimus dan Ketua Komisi I Handoyo J Wibowo, menyepakati dua hal penting. Pertama, PT AWL diberikan waktu dua minggu untuk menyampaikan perihal penyelesaian persoalan dengan warga kepada jajaran direksinya. Kedua, PT AWL diharapkan mengomunikasikan kembali harga Rp 15 juta kepada pihak Ophie cs. (ang/ign)